Kasie Juntrad

Kasie Juntrad
I was a cadet

Sabtu, 07 Februari 2015

Kearifan Lokal di Masyarakat Keturunan Tionghoa Kepulauan Riau

BAB I
Pendahuluan
 
“University in diversity” atau persatuan dalam keanekaragaman merupakan istilah yang menurut saya cocok untuk disematkan pada bangsa Indonesia yang bermajemuk dan kaya akan budaya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan oleh karenanya sesuatu yang besar dan kaya hanya dapat hidup aman dan tentram melalui kebersamaan dengan menjunjung tinggi nilai dan norma yang ada dan berkembang di dalam kelompok bangsa atau budaya itu sendiri. Semangat kebersamaan di Indonesia dalam usaha mewujudkan suatu negara yang merdeka dan berdaulat termanifes dalam berbagai aspek.
Menurut UU no. 2 tahun 2002 tentang Polri fungsi kepolisian sesuai diatur dalam pasal 2 adalah salah satu fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam mencapai tujuan dari fungsi kepolisian maka diperlukan sinergitas antara kepolisian dengan masyarakat sehingga tujuan bersama dalam mencapai tatanan kehidupan yang ideal sesuai dengan cita-cita bangsa yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945 dapat terwujud.
Adapun kaitannya dengan local wisdom atau kearifan lokal maka kepolisian memiliki paradigmanya sendiri yang diimplementasikan dalam tindakan diskresi yang berdasarkan “kebijaksanaan”, aturan adat istiadat, norma serta nilai yang berlaku dan tumbuh juga berkembang di suatu daerah tertentu. Di satu sisi terkadang adat istiadat atau kebiasaan yang berlaku bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, sedangkan disisi lain hal tersebut dirasa perlu dalam melestarikan nilai budaya dan mempertahankan “keseimbangan” dalam tatanan suatu masyarakat tertentu. Maka dalam hal inilah penegak hukum khususnya kepolisian harus mampu menyikapi kearifan lokal demi menjalankan tugasnya yakni menyelenggarakan harkamtibmas.

BAB II
PERMASALAHAN

Salah satu contoh kearifan lokal yang akan diangkat oleh penulis adalah budaya “KIM” sebagai salah satu contoh akulturasi budaya Cina dengan Melayu yang hidup dan berkembang di masyarakat Batam keturunan Cina-Melayu. Budaya kim sendiri adalah adat yang dilaksanakan ketika ada keluarga yang meninggal maka mereka merayakannya dengan menggelar pesta makan dan minum serta bermain mahjong yang diadakan selama tujuh hari non stop. Budaya ini hanya berlaku di lingkup rumah keluarga yang sedang berkabung saja, apabila diluar wilayah tersebut dan diluar jangka waktu yang telah ditentukan maka dinyatakan itu bukanlah menjadi bagian dari acara adat ini.
Namun demikian hal ini juga bisa diterjemahkan oleh aparat penegak hukum sebagai pelanggaran hukum dimana adanya sekelompok orang yang bermain mahjong dan menggunakan uang juga ada berbagai macam jenis minuman beralkohol dapat mengundang asumsi yang menimbulkan gesekan atau pertentangan antara adat kebiasaan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Bagaimana kita harus menyikapi hal tersebut? Maka melalui tulisan ini akan kita coba membahasnya dengan mengedepankan konteks kearifan lokal dalam perpolisian masyarakat.
           
BAB III
PEMBAHASAN

Pengertian kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan dan lokal. Lokal merujuk pada tempat dan kearifan menurut KBBI daring  memiliki arti kebijaksanaan. Dengan kata lain maka kearifan local dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Sementara itu pengertian dari perpolisian masyarakat atau yang biasa disebut Polmas menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 7 tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri adalah penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib tidak mungkin dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subjek dan masyarakat sebagai objek, melainkan harus dilakukan bersama oleh Polisi dan masyarakat dengan cara memberdayakan masyarakat melalui kemitraan Polisi dan warga masyarakat, sehingga secara bersama-sama  mampu mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan permasalahannya dan mampu memelihara keamanan serta ketertiban di lingkungannya.
Budaya KIM apabila tidak dicermati maka akan timbul persepsi dan pemahaman yang menyimpang sebagai acara pesta yang dipenuhi makanan yang tidak sepenuhnya halal, minuman beralkohol dan permainan judi jenis kartu mahjong. Namun demikian hal itu tidaklah sepenuhnya benar, berkat kearifan lokal yang ada maka budaya tersebut dapat diterima sejauh dengan menghormati adat istiadat dan norma yang hidup di Kepulauan Riau dan menghormati hak asasi manusia orang lain. Makanan yang disajikan dilabeli halal atau haram sehingga tamu yang berkunjung yang berbeda kepercayaan  tidak sungkan untuk ikut serta makan dalam acara tersebut dan minuman keras juga dibatasi. Begitu halnya dengan permainan mahjong, hanya sebatas keluarga dan sahabat dekat yang sudah dianggap keluarga yang bisa bergabung, hal tersebut sudah merupakan warisan dari budaya Tiongkok yang mana apabila ada keluarga meninggal maka mereka “menemani” arwah mendiang dengan bermain judi sekaligus untuk menghormati dewa judi yang ada di dalam keyakinan mereka.
Namun demikian disamping adanya toleransi terhadap budaya tersebut ada beberapa pendekatan melalui kearifan lokal yang dapat dilakukan kepolisian diantaranya adalah :
1. Pendekatan Keagamaan
Kepulauan Riau memiliki multi agama, maka pendekatan dapat dilakukan dengan mempertemukan tokoh-tokoh agama setempat. Berdialog dan berdiskusi bagaimana perapan polmas. Dari hasil musyawarah tersebutlah maka polmas akan mudah dilaksanakan ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang multi agama. Melibatkan tokoh agama akan meminimalisir perbedaan-perbedaan yang mungkin akan timbul dalam pelaksanaan polmas.
2. Pendekatan Bahasa
Pendekatan bahasa merupakan faktor penting dalam keberhasilan polmas. Bahasa, secara tidak langsung akan memudahkan jalinan komunikasi antara personel kepolisian dengan masyarakat setempat. Pendekatan bahasa merupakan salah satu cara untuk mengetahui kondisi dari masyarakat setempat. Di Kepri Bahasa daerah yang utama adalah Bahasa Melayu, selain Bahasa melayu bahasa yang digunakan oleh etnis keturunan Tiong Hoa adalah Bahasa cina yang mayoritas berasal dari rumpun “Bahasa ibu” seperti Hokkien, Kek, Tio Ciu. Uniknya, tidak semua etnis keturunan piawai berbahasa Mandarin.
Untuk itu, setiap personil kepolisian daerah Kepulauan Riau yang terlibat dalam polmas, diharapkan paham dan mampu berbahasa Melayu juga sedikit mengerti bahasa cina pulau dalam memudahkan komunikasi. Karena, harus diakui, masih banyak masyarakat Indonesia di pedalaman Kepri yang kurang bisa Berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sebagaimana salah satu sasaran dan tujuan forum kemitraan polisi dan masyarakat (FKPM) adalah mempererat hubungan dan meningkatkan komunikasi antara polisi dan masyarakat. Apabila bahasa setempat tidak mampu dimengerti oleh personil kepolisian, tentu tujuan ini akan sulit tercapai.
3. Pendekatan Adat Istiadat
Pendekatan khusus ini menjadi penting dalam implementasi polmas. Karena, hingga kini masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tetap menggunakan hukum adat dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.
Selama ini, institusi adat di berbagai daerah telah banyak terbentuk namun banyak juga yang tidak berjalan. Untuk itu, kehadiran polmas akan memaksimalkan tugas dan peran adat yang sudah terbentuk tersebut. Adat melayu di Kepulauan Riau masih dipegang teguh oleh masyarakat asli yang terhimpun dalam suatu organisasi kedaerahan yang bernama LAM ( Lembaga Adat Melayu ). Dengan ini diharapkan senantiasa kita sebagai aparat penegak hukum mampu memahami karakter orang Kepri yang beragam. Masyarakat Kepri memiliki karakteristik tersendiri yang khas dan unik dengan menjunjung tinggi nilai kesopanan dan norma yang berlaku di masyarakat rumpun Melayu.
5. Pendekatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Lokal
Permasalah ekonomi masyarakat menjadi salah satu pilar keberhasilan implementasi polmas. Tatanan ekonomi yang berbeda antara satu daerah dengan daearah lainnya juga bagian dari kearifan lokal yang harus dipahami personil Pori yang bertugas dilapangan.
Kegiatan masyarakat yang terlibat langsung dengan hutan dan laut, adalah usaha masyarakat dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Lahan pekerjaan tersebut diakui sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan penyelewengan, khususnya dari oknum-oknum tertentu.
Masyarakat masih banyak yang menerapkan tanah ulayat dan tanah adat yang dikelola secara bersama-sama. Bahkan, tidak sedikit dari permasalahan lahan ini menjadi pemicu konflik antara warga berupa sengketa lahan maka peran polmas sangat dibutuhkan.
Kepolisian harus mempu menjembatani kelompok-kelompok ekonomi di daerah yang telah terbentuk. Termasuk kelompok-kelompok ekonomi yang dibentuk oleh lembaga-lembaga independent, tentunya memiliki perbedaan dalam hal pengelolaan ekonomi kedaerahan, khususnya yang terkait dengan ekonomi dari sumber daya hutan dan laut.
Apalagi, Polmas sendiri akan mengupayakan agar dapat menginisiasi kelompok usaha ekonomi berbasis potensi lokal, yang sebagian hasilnya diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menunjang operasional Polmas.
Hal ini sesuai dengan sasaran dan tujuan polmas, yaitu Membangun kerja sama dengan kelompok bisnis, serta kelompok-kelompok maupun organisasi-organisasi setempat guna meningkatkan kepedulian dan kerja sama dalam menjaga dan mewujudkan kamtibmas dan kepentingan bersama.
Indikator Pendukung
Implementasi Polmas melalui kearifan lokal diakui memiliki berbagai keuntungan bagi keberlangsungan Polmas. Namun, untuk mencapai semua tujuan ini, selain melihat multikultural bangsa Indonesia, terdapat beberapa faktor penghambat yang sangat mempengaruhi.
Faktor-faktor penghambat ini sudah seharusnya disiapkan oleh Polri guna mencapai sasaran dan tujuan implementasi polmas. Diantara faktor-faktor yang menjadi hambatan tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan faktor dari kepolisian sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari masyarakat yang multikultural.
A. Faktor Internal
a.    Kurangnya SDM personil, baik secara kualitas maupun kuantitas.
b.    Belum adanya sebuah lembaga pendidikan di tingkat propinsi untuk meningkatkan pemahaman tentang suatu daerah. Seperti adat istiadat, bahasa dan lain sebagainya.
c.    Anggaran yang masih terbatas dalam membentuk sebuah lembaga pelatihan seperti poin a.
d.    Banyaknya personil kepolisian yang tidak memahami kultur masyarakat setempat.
e.    Secara kultur anggota masih bersikap militeristik, arogan, diskriminatif, tidak tepat waktu dan lain-lain.

B. Faktor Eksternal
Beberapa faktor eksternal yang harus dilihat oleh setiap personil kepolisian yang terlibat polmas adalah :
a.            Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah di beberapa daerah di         Indonesia.
           b.             Tingkat ekonomi masyarakat setempat.
           c.              Strata sosial masyarakat yang kuat.
d.            Faktor psikologis masyarakat karena berbagai hal, seperti konflik dan              bencana.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pemaparan dan penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.         Multi budaya masayarakat Kepri menjadi tantangan tersendiri bagi Polri dalam implementasi Polmas. Keragaman bahasa, budaya dan adat-istiadat menjadi agenda utama bagi implementasi polmas. Perlunya pendekatan khusus di berbagai wiayah di Kepulauan Riau dengan karakteristik masing-masing, melalui :
a.    Pendekatan Agama
b.    Pendekatan Bahasa
c.    Pendekatan Budaya dan Adat Istiadat
d.    Pendekatan Ekonomoni Masyarakat Lokal
2.         Faktor penghambat secara garis besar dalam implementasi polmas mengacu pada kearifan lokal ada dua. Yaitu faktor eksternal dan faktor eksternal. Kedua faktor ini apabila bisa diatasi maka akan sangat menentukan keberhasilan polmas, serta dapat menjadi rujukan bagi setiap personil kepolisian yang terlibat.
          
           Saran atau Rekomendasi
Guna memaksimalkan implementasi polmas melalui kearifan lokal diperlukan sebuah kerja sama yang berkesinambungan. Untuk itu, kepolisian diharapkan :
1.         Dapat meningkatan kapasitas personil kepolisian guna memahami permasalahan dan kondisi lokal.
2.         Memberi pelatihan khusus bagi personil kepolisian yang terlibat polmas guna mempermudah komunikasi dengan masyarakat setempat. khususnya dalam hal penguasaan bahasa daerah setempat.

DAFTAR PUSTAKA

1.    KBBI Daring Online
2.    Perkap 07 tahun 2008 tentang Implementasi Polmas
           3. UU no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar