BAB I
Pendahuluan
“University in diversity” atau
persatuan dalam keanekaragaman merupakan istilah yang menurut saya cocok untuk
disematkan pada bangsa Indonesia yang bermajemuk dan kaya akan budaya, bangsa
Indonesia adalah bangsa yang besar dan oleh karenanya sesuatu yang besar dan
kaya hanya dapat hidup aman dan tentram melalui kebersamaan dengan menjunjung
tinggi nilai dan norma yang ada dan berkembang di dalam kelompok bangsa atau
budaya itu sendiri. Semangat kebersamaan di Indonesia dalam usaha mewujudkan
suatu negara yang merdeka dan berdaulat termanifes dalam berbagai aspek.
Menurut
UU no. 2 tahun 2002 tentang Polri fungsi kepolisian sesuai diatur dalam pasal 2
adalah salah satu fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat. Dalam mencapai tujuan dari fungsi kepolisian maka diperlukan
sinergitas antara kepolisian dengan masyarakat sehingga tujuan bersama dalam
mencapai tatanan kehidupan yang ideal sesuai dengan cita-cita bangsa yang tercantum
dalam Pancasila dan UUD 1945 dapat terwujud.
Adapun
kaitannya dengan local wisdom atau
kearifan lokal maka kepolisian memiliki paradigmanya sendiri yang
diimplementasikan dalam tindakan diskresi yang berdasarkan “kebijaksanaan”,
aturan adat istiadat, norma serta nilai yang berlaku dan tumbuh juga berkembang
di suatu daerah tertentu. Di satu sisi terkadang adat istiadat atau kebiasaan
yang berlaku bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, sedangkan disisi
lain hal tersebut dirasa perlu dalam melestarikan nilai budaya dan
mempertahankan “keseimbangan” dalam tatanan suatu masyarakat tertentu. Maka
dalam hal inilah penegak hukum khususnya kepolisian harus mampu menyikapi
kearifan lokal demi menjalankan tugasnya yakni menyelenggarakan harkamtibmas.
BAB II
PERMASALAHAN
Salah
satu contoh kearifan lokal yang akan diangkat oleh penulis adalah budaya “KIM”
sebagai salah satu contoh akulturasi budaya Cina dengan Melayu yang hidup dan
berkembang di masyarakat Batam keturunan Cina-Melayu. Budaya kim sendiri adalah
adat yang dilaksanakan ketika ada keluarga yang meninggal maka mereka
merayakannya dengan menggelar pesta makan dan minum serta bermain mahjong yang
diadakan selama tujuh hari non stop. Budaya ini hanya berlaku di lingkup rumah
keluarga yang sedang berkabung saja, apabila diluar wilayah tersebut dan diluar
jangka waktu yang telah ditentukan maka dinyatakan itu bukanlah menjadi bagian
dari acara adat ini.
Namun
demikian hal ini juga bisa diterjemahkan oleh aparat penegak hukum sebagai
pelanggaran hukum dimana adanya sekelompok orang yang bermain mahjong dan
menggunakan uang juga ada berbagai macam jenis minuman beralkohol dapat
mengundang asumsi yang menimbulkan gesekan atau pertentangan antara adat
kebiasaan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Bagaimana kita harus
menyikapi hal tersebut? Maka melalui tulisan ini akan kita coba membahasnya
dengan mengedepankan konteks kearifan lokal dalam perpolisian masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
Pengertian
kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu
kearifan dan lokal. Lokal merujuk pada tempat dan kearifan menurut KBBI daring memiliki arti kebijaksanaan. Dengan kata lain
maka kearifan local dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai,
pandangan-pandangan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik, yang dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Sementara itu pengertian
dari perpolisian masyarakat atau yang biasa disebut Polmas menurut Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 7 tahun 2008 tentang Pedoman
Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan
Tugas Polri adalah penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada
pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib tidak mungkin
dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subjek dan masyarakat sebagai objek,
melainkan harus dilakukan bersama oleh Polisi dan masyarakat dengan cara
memberdayakan masyarakat melalui kemitraan Polisi dan warga masyarakat,
sehingga secara bersama-sama mampu
mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan permasalahannya dan mampu memelihara
keamanan serta ketertiban di lingkungannya.
Budaya
KIM apabila tidak dicermati maka akan timbul persepsi dan pemahaman yang
menyimpang sebagai acara pesta yang dipenuhi makanan yang tidak sepenuhnya
halal, minuman beralkohol dan permainan judi jenis kartu mahjong. Namun
demikian hal itu tidaklah sepenuhnya benar, berkat kearifan lokal yang ada maka
budaya tersebut dapat diterima sejauh dengan menghormati adat istiadat dan norma
yang hidup di Kepulauan Riau dan menghormati hak asasi manusia orang lain.
Makanan yang disajikan dilabeli halal atau haram sehingga tamu yang berkunjung
yang berbeda kepercayaan tidak sungkan
untuk ikut serta makan dalam acara tersebut dan minuman keras juga dibatasi.
Begitu halnya dengan permainan mahjong, hanya sebatas keluarga dan sahabat
dekat yang sudah dianggap keluarga yang bisa bergabung, hal tersebut sudah
merupakan warisan dari budaya Tiongkok yang mana apabila ada keluarga meninggal
maka mereka “menemani” arwah mendiang dengan bermain judi sekaligus untuk
menghormati dewa judi yang ada di dalam keyakinan mereka.
Namun
demikian disamping adanya toleransi terhadap budaya tersebut ada beberapa
pendekatan melalui kearifan lokal yang dapat dilakukan kepolisian diantaranya
adalah :
1.
Pendekatan Keagamaan
Kepulauan
Riau memiliki multi agama, maka pendekatan dapat dilakukan dengan mempertemukan
tokoh-tokoh agama setempat. Berdialog dan berdiskusi bagaimana perapan polmas.
Dari hasil musyawarah tersebutlah maka polmas akan mudah dilaksanakan
ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang multi agama. Melibatkan tokoh agama
akan meminimalisir perbedaan-perbedaan yang mungkin akan timbul dalam
pelaksanaan polmas.
2.
Pendekatan Bahasa
Pendekatan
bahasa merupakan faktor penting dalam keberhasilan polmas. Bahasa, secara tidak
langsung akan memudahkan jalinan komunikasi antara personel kepolisian dengan
masyarakat setempat. Pendekatan bahasa merupakan salah satu cara untuk
mengetahui kondisi dari masyarakat setempat. Di Kepri Bahasa daerah yang utama
adalah Bahasa Melayu, selain Bahasa melayu bahasa yang digunakan oleh etnis
keturunan Tiong Hoa adalah Bahasa cina yang mayoritas berasal dari rumpun
“Bahasa ibu” seperti Hokkien, Kek, Tio Ciu. Uniknya, tidak semua etnis
keturunan piawai berbahasa Mandarin.
Untuk
itu, setiap personil kepolisian daerah Kepulauan Riau yang terlibat dalam
polmas, diharapkan paham dan mampu berbahasa Melayu juga sedikit mengerti
bahasa cina pulau dalam memudahkan komunikasi. Karena, harus diakui, masih
banyak masyarakat Indonesia di pedalaman Kepri yang kurang bisa Berbahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Sebagaimana
salah satu sasaran dan tujuan forum kemitraan polisi dan masyarakat (FKPM)
adalah mempererat hubungan dan meningkatkan komunikasi antara polisi dan
masyarakat. Apabila bahasa setempat tidak mampu dimengerti oleh personil
kepolisian, tentu tujuan ini akan sulit tercapai.
3.
Pendekatan Adat Istiadat
Pendekatan
khusus ini menjadi penting dalam implementasi polmas. Karena, hingga kini masih
banyak daerah-daerah di Indonesia yang tetap menggunakan hukum adat dalam
menyelesaikan sebuah permasalahan.
Selama
ini, institusi adat di berbagai daerah telah banyak terbentuk namun banyak juga
yang tidak berjalan. Untuk itu, kehadiran polmas akan memaksimalkan tugas dan
peran adat yang sudah terbentuk tersebut. Adat melayu di Kepulauan Riau masih
dipegang teguh oleh masyarakat asli yang terhimpun dalam suatu organisasi
kedaerahan yang bernama LAM ( Lembaga Adat Melayu ). Dengan ini diharapkan
senantiasa kita sebagai aparat penegak hukum mampu memahami karakter orang
Kepri yang beragam. Masyarakat Kepri memiliki karakteristik tersendiri yang
khas dan unik dengan menjunjung tinggi nilai kesopanan dan norma yang berlaku
di masyarakat rumpun Melayu.
5.
Pendekatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Lokal
Permasalah
ekonomi masyarakat menjadi salah satu pilar keberhasilan implementasi polmas.
Tatanan ekonomi yang berbeda antara satu daerah dengan daearah lainnya juga
bagian dari kearifan lokal yang harus dipahami personil Pori yang bertugas
dilapangan.
Kegiatan
masyarakat yang terlibat langsung dengan hutan dan laut, adalah usaha
masyarakat dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Lahan pekerjaan tersebut
diakui sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan penyelewengan, khususnya dari
oknum-oknum tertentu.
Masyarakat
masih banyak yang menerapkan tanah ulayat dan tanah adat yang dikelola secara
bersama-sama. Bahkan, tidak sedikit dari permasalahan lahan ini menjadi pemicu
konflik antara warga berupa sengketa lahan maka peran polmas sangat dibutuhkan.
Kepolisian
harus mempu menjembatani kelompok-kelompok ekonomi di daerah yang telah
terbentuk. Termasuk kelompok-kelompok ekonomi yang dibentuk oleh
lembaga-lembaga independent, tentunya memiliki perbedaan dalam hal pengelolaan
ekonomi kedaerahan, khususnya yang terkait dengan ekonomi dari sumber daya
hutan dan laut.
Apalagi,
Polmas sendiri akan mengupayakan agar dapat menginisiasi kelompok usaha ekonomi
berbasis potensi lokal, yang sebagian hasilnya diharapkan dapat dimanfaatkan
untuk menunjang operasional Polmas.
Hal
ini sesuai dengan sasaran dan tujuan polmas, yaitu Membangun kerja sama dengan
kelompok bisnis, serta kelompok-kelompok maupun organisasi-organisasi setempat
guna meningkatkan kepedulian dan kerja sama dalam menjaga dan mewujudkan kamtibmas
dan kepentingan bersama.
Indikator
Pendukung
Implementasi
Polmas melalui kearifan lokal diakui memiliki berbagai keuntungan bagi
keberlangsungan Polmas. Namun, untuk mencapai semua tujuan ini, selain melihat
multikultural bangsa Indonesia, terdapat beberapa faktor penghambat yang sangat
mempengaruhi.
Faktor-faktor
penghambat ini sudah seharusnya disiapkan oleh Polri guna mencapai sasaran dan
tujuan implementasi polmas. Diantara faktor-faktor yang menjadi hambatan
tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor
internal merupakan faktor dari kepolisian sedangkan faktor eksternal adalah
faktor dari masyarakat yang multikultural.
A.
Faktor Internal
a. Kurangnya
SDM personil, baik secara kualitas maupun kuantitas.
b. Belum
adanya sebuah lembaga pendidikan di tingkat propinsi untuk meningkatkan pemahaman
tentang suatu daerah. Seperti adat istiadat, bahasa dan lain sebagainya.
c. Anggaran
yang masih terbatas dalam membentuk sebuah lembaga pelatihan seperti poin a.
d. Banyaknya
personil kepolisian yang tidak memahami kultur masyarakat setempat.
e. Secara
kultur anggota masih bersikap militeristik, arogan, diskriminatif, tidak tepat
waktu dan lain-lain.
B.
Faktor Eksternal
Beberapa
faktor eksternal yang harus dilihat oleh setiap personil kepolisian yang
terlibat polmas adalah :
a. Tingkat
pendidikan masyarakat yang masih rendah di beberapa daerah di Indonesia.
b. Tingkat
ekonomi masyarakat setempat.
c. Strata
sosial masyarakat yang kuat.
d. Faktor
psikologis masyarakat karena berbagai hal, seperti konflik dan bencana.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pemaparan dan penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
:
1. Multi
budaya masayarakat Kepri menjadi tantangan tersendiri bagi Polri dalam
implementasi Polmas. Keragaman bahasa, budaya dan adat-istiadat menjadi agenda utama
bagi implementasi polmas. Perlunya pendekatan khusus di berbagai wiayah di
Kepulauan Riau dengan karakteristik masing-masing, melalui :
a. Pendekatan
Agama
b. Pendekatan
Bahasa
c. Pendekatan
Budaya dan Adat Istiadat
d. Pendekatan
Ekonomoni Masyarakat Lokal
2. Faktor
penghambat secara garis besar dalam implementasi polmas mengacu pada kearifan
lokal ada dua. Yaitu faktor eksternal dan faktor eksternal. Kedua faktor ini apabila
bisa diatasi maka akan sangat menentukan keberhasilan polmas, serta dapat
menjadi rujukan bagi setiap personil kepolisian yang terlibat.
Saran
atau Rekomendasi
Guna
memaksimalkan implementasi polmas melalui kearifan lokal diperlukan sebuah
kerja sama yang berkesinambungan. Untuk itu, kepolisian diharapkan :
1. Dapat
meningkatan kapasitas personil kepolisian guna memahami permasalahan dan
kondisi lokal.
2. Memberi
pelatihan khusus bagi personil kepolisian yang terlibat polmas guna mempermudah
komunikasi dengan masyarakat setempat. khususnya dalam hal penguasaan bahasa
daerah setempat.
DAFTAR PUSTAKA
1. KBBI
Daring Online
2. Perkap
07 tahun 2008 tentang Implementasi Polmas
3. UU no 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar