Kasie Juntrad

Kasie Juntrad
I was a cadet

Senin, 16 Maret 2015

PROFESIONALISME DAN MENTALITAS IDEAL PERSONIL POLRI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN TUGAS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu negara hukum yang besar dan apabila kita ibaratkan sebagai sebuah organisasi maka negara kita memiliki suatu sistem dalam menjalankan pemerintahan yang mana tentunya juga memiliki apa yang disebut sebagai sub-system sehingga dapat terciptanya suatu ketersinambungan dalam menjalankan rantai organisasi untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Yang diibaratkan penulis disini sebagai bagian dari system organisasi adalah lembaga kenegaraan yang dalam pembahasan ini  salah satunya merupakan  sub-system yang khusus bergerak dibidang hukum dan perundang-undangan untuk menjaga tatanan nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat dan sub system itu adalah aparat pemerintah yang terdiri dari polisi, jaksa dan hakim dan ketiganya merupakan penegak hukum yang ditunjuk dan memiliki kewenangan dalam menegakkan hukum untuk menciptakan keadilan dan rasa aman ditengah-tengah masyarakat tentunya dengan prosedur yang telah diatur sesuai dalam undang-undang yang berlaku yang selanjutnya kita ketahui bersama tergabung dalam mekanisme Criminal Justice System.
Polisi dalam peranannya memelihara keamanan dan ketertiban memiliki dimensi yang luas dan tidak dapat diukur karena tugas Polisi begitu kompleks mengikuti perkembangan yang ada di dalam masyarakat. Seiring berkembangnya zaman maka permasalahan yang muncul dan modus operandi kejahatan selalu berubah dan selangkah lebih maju dibandingkan dengan regulasi hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Maka dari itu, seorang individu Polri diharapkan memiliki profesionalisme dan mental yang baik dan sesuai dengan apa yang telah dituangkan dalam pedoman Polri yakni Tri Brata dan Catur Prasetya untuk dapat mengantisipasi dan menghadapi tantangan tindak criminal dan beragam tugas kepolisian lainnya yang berkaitan dengan harkamtibmas. Ironisnya, petugas polisi meski sudah melalui beragam proses seleksi mulai dari tahap pengadaan ( rekruitmen dan seleksi ), tahapan pendidikan hingga saat sampai ke tahap penggunaan maka akan muncul masalah baru yang berkaitan dengan public trust dan abuse of power. Hal inilah yang seharusnya ditelaah lebih lanjut apakah ada hubungannya dengan tahapan selanjutnya dalam proses SDM yakni tahap perawatan dan tahap pemisahan. Karena hakekatnya tahapan tersebut tidak dapat dipisahkan dan berkaitan satu dengan yang lainnya.
Bila dibandingkan dengan KPK sebagai lembaga ad hoc yang mendapat dukungan people power atas kontribusinya dalam memerangi kejahatan korupsi seharusnya Polri juga mendapatkan kesempatan yang sama berupa dukungan kepercayaan publik dalam memerangi kasus korupsi. Cermin polisi yang bagi sebagian besar masyarakat Indonesia masih dinilai jauh dari harapan masyarakat seharusnya mendapat koreksi berupa dukungan terhadap intitusi penegak hukum khususnya Polri dari golongan  cendekiawan dan pemerhati hukum karena Indonesia adalah negara hukum  yang dimana masyarakat dan pemerintahnya harus bisa saling menghormati dan menghargai. Alangkah tidak bijaksana bila kita membanding-bandingkan antara KPK dengan Polri karena pada hakikatnya kedua lembaga ini bersama dengan intitusi kejaksaan adalah lembaga penegak hukum yang sama-sama memberantas rasuah.
Diharapkan melalui tulisan ini Polri sebagai etalase terdepan dalam dinamika penegakan hukum dan pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat mampu menjadi institusi yang kembali mendapatkan kepercayaan penuh masyarakatnya. Dengan menyongsong Grand Strategy Polri dan pembenahan internal melalui sumber daya manusia dilihat dari pembenahan kesejahteraan, mentalitas aparat dan peningkatan kualitas pendidikan maka diharapkan Polri kedepannya semakin professional dan sesuai dengan harapan masyarakat.

1.2    RUMUSAN MASALAH
Dari uraian pendahuluan diatas maka rumusan masalah yang penulis gunakan adalah:
1. Bagaimana seharusnya Polri yang professional ?
2. Apa yang menjadi ukuran mentalitas aparat penegak hukum yang diharapkan oleh masyarakat ?
3. Seperti apa sumber daya personil Polri yang dibutuhkan oleh organisasi dalam menghadapi tantangan di masa depan yang sesuai dengan pedoman Polri yakni Tri Brata ?
4. Apa strategi yang seharusnya dilakukan oleh Polri untuk mencapai dukungan publik dalam menyelenggarakan penegakan hukum dan harkamtibmas?


BAB II
LANDASAN TEORI
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya sebagai objek kajian. Ekologi itu sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu Oikos ( habitat ) dan Logos ( ilmu ). Ekologi adalah ilmu yang mempelajari baik interaksi antar mahkluk hidup maupun interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya ( Ernst Haeckel 1834-1914 )[1]. Ekologi pada awalnya hanya mempelajari berbagai proses alamiah yang ada di dunia mulai dari rangkaian proses regenerasi mahkluk hidup hingga akhirnya berkembang menjadi ilmu yang mempelajari berbagai dinamika kehidupan sosial masyarakat yang disesuaikan dengan tingkatan akal dan budaya manusia[2]. Hal ini erat kaitannya dengan apa yang akan dibahas oleh menulis dimana pengaruh interaksi antara aparat penegak hukum ( polisi, jaksa dan hakim ) dan interaksi antara penegak hukum dengan lingkungannya ( masyarakat ) sangat berpengaruh dalam kelangsungan ekosistemnya, dalam hal ini maka ekosistem bisa diartikan sebagai lingkungan organisasi lembaga penegak hukum khusunya Polri yang memiliki tujuan dari organisasi yaitu pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum dalam upaya menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
George R. Terry dalam bukunya Principle of Management menyebutkan sebuah teori bahwa enam sumber daya yang harus dimiliki dalam memanage sebuah organisasi yaitu:
1. Man ( sumber daya manusia )
Dalam mendukung organisasi Polri maka Biro SDM memiliki andil yang besar mulai dari system perekrutan anggota Polri dangan standar yang sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan publik hingga tahap perawatan dengan tunjangan dan gaji yang baik sampai tahap pengakhiran dinas personil Polri. Hal ini memiliki pengaruh paling esensial dalam mencerminkan kualitas personil Polri yang dimiliki. Semakin tinggi standar sumber daya manusia maka rangkaian sikklus SDM setelah tahap pengadaan sampai yang terakhir tahap pengakhiran harus memiliki standar baku yang jelas dan terukur.
2. Materials ( logistic )
Logistic memegang peranan penting dalam organisasi Polri. Tanpa adanya dukungan logistic yang memadai maka kinerja anggota Polri di lapangan akan mengalami kesulitan. Logistic juga harus mencerminkan kesiapan dan ketangguhan institusi Polri dalam memerangi kejahatan dan penjaga kedamaian di tengah-tengah masyarakat. maka dari itu logistik[3] hendaknya melambangkan jati diri Polri dan mampu merebut simpati rakyat dengan penyediaan logistic yang cukup dan bermanfaat bagi anggota Polri di lapangan sehingga masyarakat merasakan keberadaan Polri yang ditunjang dengan pencitraan Polri yang baik.
3. Machines ( mesin, sarana pra sarana )
Sarana dan pra sarana adalah syarat mutlak bagi personil Polri dalam melaksanakan tugas baik itu sebagai personil di lapangan maupun personil staff. Kinerja akan efektif bila didukung dengan teknologi yang baik dan sesuai akan kebutuhan kerja.
4. Method
Metode dalam pelaksanaan tugas di lapangan sangat dibutuhkan oleh organisasi dalam mencapai tujuan dengan efektif. Demikian hal nya dengan Polri, dalam mencapai tujuan Polri telah mencanangkan Grand Stategi Polri yang berisi rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
5. Money dan
Uang tidak pernah bisa lepas dari kebutuhan dalam menjalankan organisasi. Semua hal bersifat rasional selalu memiliki parameter nilai ekonomis. Pentingnya perencanaan penganggaran dalam institusi Polri merupakan wujud dari konsekuensi Polri dalam upaya melayani masyarakat dan memelihara kamtibmas.
6. Market
Dalam aspek market, Polri memiliki tujuannya sendiri yakni harkamtibmas dan penegakkan hukum. Karena masyarakat adalah objek utama Polri dalam melaksanakan tugasnya. Ketika polisi berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, maka disitu nilai jual Polri meningkat dengan wujud apresiasi dan penghargaan dari masyarakatnya. Polisi ada karena masyarakat, dan untuk itu polisi mengabdi kepada masyarakat.



BAB III
PEMBAHASAN
     Profesional dalam lingkup budaya polri tidak lepas dari sejarah bagaimana Kepolisian Negara Republik Indonesia bisa menjadi besar seperti sekarang ini. Apabila kita mengupas sejarah maka Polri dahulunya merupakah satu wadah dengan TNI yang kemudian dikenal dengan sebutan ABRI. Seiring berjalannya waktu, Polri lalu memisahkan diri dari TNI karena Polri berusaha menjadi pelayan masyarakat yang “membumi” , non militeristik sesuai dengan fungsi tugasnya yang diemban yakni pemelihara kamtibmas dan penegakkan hukum dimana dalam pelaksanaan tugasnya Polri sangat erat dengan masyarakat, berbeda dengan TNI yang fungsi tugasnya lebih bersifat militer dan merupakan pertahanan negara dalam menjaga kedaulatannya dari serangan negara lain. Disinilah titik tolak polisi professional yang sesuai dengan kehendak rakyat, dimana Polisi diharapkan lebih “sipil” dan lebih mambaur dengan masyarakatnya sehingga masyarakat merasa tenang, aman dan merasa memiliki polisinya yang hadir ditengah mereka. Namun demikian merubah kultur yang sudah melekat bertahun-tahun lamanya tidaklah semudah dan secepat yang diharapkan. Watak dan karakter militeristik yang melekat kuat dengan institusi Polri melalui personilnya masih sangat kuat. Sifat hirarkhi yang militeristik meski sudah ada upaya “pensipilan” hirarkhi melalui perubahan sebutan pada pangkat namun tidak juga merubah watak yang sudah terlanjur melekat. Pengaruh ini biasanya diperoleh dalam masa pembentukan dari masyarakat umum dibentuk menjadi sosok petugas Polri yang memiliki tingkat disiplin yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, namun pada prakteknya hal tersebut sering disalahartikan dan kurang dipahami oleh para instruktur sehingga bisa mengakibatkan pengasuhan yang condong ke militeristik daripada membentuk karakter kepribadian polisi yang sipil.
Dalam KBBI kata profesionalisme[4] berasal dari kata dasar profesi[5] yang artinya pekerjaan dengan dilandasi pendidikan atau keahlian tertentu dengan sistim imbalan yang terukur. Maka jika ditarik benang merahnya profesi polisi harus dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus dibidang kepolisian sehingga keahliannya dapat dirasakan oleh khalayak ramai. Oleh karena itu profesionalisme perlu ditunjang dengan mentalitas kepribadian yang baik sesuai dengan yang terkandung dalam pedoman Polri yakni Tri Brata dan Catur Prasetya demi menciptakan personil Polri yang tahu betul akan tanggung jawabnya dan tugas utamanya dalam melayani masyarakat.
     Mentalitas aparat Polri adalah dasar utama dalam keberhasilan tugas Polri, karena tanpa didukung adanya sikap dan sifat mental yang baik dari individu Polri maka penyalahgunaan kewenangan akan sering dilakukan oleh petugas Polri. Seperti kita ketahui bersama bahwa Polri memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam UU no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan diatur juga dalam KUHAP no 8 tahun 1981. Parameter mentalitas personil Polri yang baik sudah ditanamkan sejak pembentukan pertama menjadi anggota Polri dan dari sejarah melekat kuat pada citra mantan Kapolri kita Jenderal Polisi Purn. Hoegeng, namun demikian pengaruh lingkungan sesuai teori ekologi yang dibahas penulis diatas bahwa komunitas atau lingkungan atau yang disebut dalam teori sebagai bagian dari ekosistem sangat berpengaruh  pada perubahan mental petugas Polri. Disinilah peran dari perwira, atasan dan keluarga yang memiliki pengaruh sangat besar dalam mempertahankan mental anggota kepolisian agar tidak melenceng dari apa yang seharusnya untuk dapat mencegah terjadinya penyelahgunaan kewenangan. Pengawasan melekat oleh atasan dan pembinaan rohani menjadi bagian dari program pimpinan untuk tetap menjaga mental bawahannya agar tetap terjaga dan terhindar dari penyalahgunaan kewenangan atau tindakan indisipliner lainnya. Dengan wasdal melekat oleh pimpinan dan keharmonisan rumah tangga personil Polri maka akan sangat berpengaruh terhadap kinerja personil tersebut di lapangan, demikian juga sebaliknya.
Terdapat berbagai kiat agar kepribadian Tri Brata sebagai pedoman hidup Polri dapat bersinergi dengan sumber daya manusia yang dimiliki Polri, hal ini diharapkan dapat meningkatkan profesionalitas personil Polri dan meningkatkan mutu SDM yang ada sehingga etos kerja dan budaya organisasi dapat menjadi hal yang berkulitas dan memberi pengaruh positif pada hasil yang akan dicapai oleh organisasi Polri melalui berbagai macam program yang telah dicanangkan oleh pimpinan Polri. Adapun hal dimaksud adalah sebagai berikut :
1. System pembinaan personil di biro SDM baik itu Binkar, Dalpers, Watpers harus mampu bersinergi sebagai satu kesatuan yang utuh dibawah payung biro SDM. Tidak meononjolkan egosentrisme internal di sector pekerjaan melainkan mengedepankan rasa kebersamaan dapat menjadi formula yang ampuh untuk melakukan pembinaan personil polri yang ada di wilayah. Apabila biro SDM berjalan dengan baik maka akan sangat berpengaruh terhadap organisasi Polri di tingkat kewilayahan dan hal ini juga memiliki efek domino apabila berlaku sebaliknya, jika tatanan dan kinerja biro SDM banyak mendapatkan sorotan dari pimpinan Polri dan memiliki hambatan yang plural tanpa ada solusi maka akan berpengaruh pula ke organisasi jajaran yang ada di wilayah.
2. Perlu digarisbawahi bahwa pengejawantahan makna dari pedoman Polri yakni Tri Brata dan Catur Prasetya harus menjadi parameter moral bagi insan Polri di pusat hingga wilayah. Komitmen moral adalah salah satu wujud nyata dari jargon revolusi mental yang belakangan ini diusung oleh Polri, hal ini memiliki trend positif dikalangan kepolisian baik secara internal maupun hubungan eksternal dengan lembaga seperi kompolnas, LPSK dan lainnya.
3. Peningkatan kompetensi para personil Polri sesuai bidang fungsi tugasnya adalah suatu keharusan karena Polisi sebagai profesi, harus diperankan oleh tenaga professional yang memiliki standar baku mutu ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan bidang pekerjaannya. Polisi modern yang terpelajar dan menguasai bidang tugasnya akan sangat membantu organisasi dan masyarakat. Peningkatan kompetensi dapat dilakukan dengan mengadakan dan mengikutkan personil Polri yang dipilih untuk menjadi peserta pendidikan dan pelatihan seperti sekolah kejuruan pengembangan spesialisasi fungsi tertentu, kursus fungsi kepolisian sebagai wujud kerjasama dengan pemerintah negara asing seperi JCLEC, ILEA dan sebagainya, sekolah pengembangan karir seperti secapa, selapa, sespima, sespimen hingga sespati.
4. Punish dan reward selalu dapat menjadi parameter keberhasilan petugas kepolisian dalam berdinas melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Bentuk reward dapat menjadi motivasi dan self esteem bagi penerima reward, anggota merasa kerja kerasnya diperhatikan oleh pimpinan dan merupakan kebanggaan untuk bisa berhasil dibidang pekerjaan yang digelutinya. Demikian halnya dengan punishment, dari sudut pandang positif adalah merupakan suatu bentuk motivasi yang berupa teguran baik lisan maupun tertulis yang diberikan pimpinan kepada anggotanya untuk mendorong anggota yang bekerja dibawah standart dan tidak memberikan kontribusi yang cukup kepada organisasi Polri untuk dapat membenahi kinerjanya agar personil tersebut menjadi bermanfaat bagi organisasi Polri dan masyarakat. Hal inilah yang menjadi jurang pemisah antara Good Cop yang bekerja dengan etos kerja tinggi dan motivasi yang baik dengan menganut konsep Tri Brata dalam setiap pelaksanaan tugasnya dengan Bad Cop yang tidak memiliki visi dalam bekerja, unconsistent, dan tidak memiliki standart kinerja yang pantas, biasanya polisi tipe ini juga tidak memberikan kontribusi yang positif kepada masyarakat dan kedepannya malah memiliki potensi negatif yang dapat merugikan organisasi Polri.
Sesuai makna yang tergantung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya maka setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki[6]:
1. Attitude yang baik, tercermin dalam sikap perilaku, integritas moral, disiplin, semangat dan dedikasi yang tinggi dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Knowledge, memiliki wawasan pengetahuan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan memiliki kemampuan untuk menguasai teknologi sejalan dengan perkembangannya yang sesuai dan bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugasnya.
3. Inter Personal Skill, merupakan kemampuan dan ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh setiap insan Polri, dalam berkomunikasi dan berinteraksi  (human relation) baik dalam rangka pelaksanaan tugasnya maupun dalam kehidupan sehari-hari.
4. Technical Skill, mencakup kemampuan, kemahiran dan keahlian baik teknik, taktik, strategi, maupun manajemen yang didukung dengan pertanggung jawaban administrasi sesuai dengan jenis bentuk dan tatarannya.
Keempat aspek diatas saling berkaitan erat satu sama lain yang secara simultan harus ditumbuh kembangkan oleh setiap insan Polri sebagai aparat penegak hukum yang profesional yang dilandasi dengan nilai-nilai luhur dalam Tribrata, integritas moral, etika profesi dan berpegang teguh pada komitmen yang telah disepakati dalam pelaksanaan tugasnya.
Beberapa tahun belakangan ini kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Polri mulai pudar bersamaan dengan beberapa kejadian yang membuat publik bertanya-tanya akan integritas personil Polri mulai dari beberapa kasus seperti Polri VS KPK, Cicak lawan Buaya, rekening gendut, kasus Simulator SIM, dan lain sebagainya membuat Polri semakin berbenah baik secara internal maupun eksternal. Berbagai kasus tersebut tidak lepas karena Polri sebagai etalase terdepan pelayan publik di bidang hukum dan pemelihara kamtibmas yang mana dalam setiap tindak tanduknya selalu bersentuhan dengan masyarakat, maka berbagai kritik dan opini yang berkembang di masyarakat seharusnya  bukan menjadi faktor yang melemahkan mental personil Polri melainkan sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik dari yang sebelumnya dan bertransformasi menjadi polisi sipil yang dikehendaki oleh masyarakat Indonesia. Hal ini membuat Polri mencanangkan program jangka panjang Reformasi Birokrasi Polri yang didalamnya ada Grand Strategi Polri yang mana merupakan garis besar rencana kerja Polri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan rasa aman dan tertib yang terbagi dalam tiga tahapan yakni :
a. Periode 2005 – 2010 Trust Building.
Fokus di periode ini adalah peningkatan pelayanan masyarakat untuk membangun kepercayaan publik terhadap Polri.
b. Periode 2010 – 2015 Tahap Partnership
Berangkat dari periode trust building, maka sekanjutnya masuk ke tahapan partnership dimana Polisi adalah mitra masyarakat. Polisi ada karena masyarakat dan hadir untuk masyarakat, demikian halnya masyarakat juga dapat membantu tugas kepolisian dalam lingkup tertentu karena pada dasarnya masyarakat kita adalah masyarakat yang taat hukum dan mengerti akan aturan perundang-undangan. Maka dengan partisipasi masyarakat dalam upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban merupakan suatu langkah progresif yang harus sudah dicapai di era tahapan partnesship ini. Adapun yang dikedepankan oleh organisasi polri adalah unsur polmas dengan babinkamtibmas sebagai garda terdepan dalam membina hubungan dengan masyarakat melalui suatu program FKPM yang memiliki wadah BKPM untuk menampung aspirasi masyarakat terhadap berbagai gejolak permasalahan yang timbul di masyarakat sehingga diharapkan deteksi dini dan penyelesaian perkara ringan dapat sampai ditingkat ini. Karena sesuai aturan dan sikap profesionalitas permasalahan yang sudah sampai di kantor polisi dan dibuatkan LP sudah seharusnya berjalan prosedur dan sesuai atruan yang berlaku sehingga tidak mengenal ADR atau pencabutan laporan sementara kasus tersebut bukan delik aduan atau yang lebih fatal lagi yang biasa disebut delapan enam perkara. Hal seperti demikian harus sudah dapat dihindari untuk menuju tahapan polisi masa depan yang professional, transparan dan akuntabel.
c. Periode 2016 – 2025 Tahap Strive for Excellence
Tahapan ini diharapkan Polri dapat mempertahankan profesionalitas dan mentalitas yang baik seperti yang dikehendaki publik dan selalu berjuang untuk kesempurnaan karena pada hakikatnya kita sudah di jaman globalisasi dan era kejahatan yang semakin canggih juga  tidak mengenal batas. Maka Polri harus dapat mengembangkan dirinya agar selalu selangkah lebih maju bila dibandingkan dengan permasalahan yang ada dan semakin berkembang di masyarakat. Perbaikan infrastruktur, good governance dan kompensasi pada personil POlri dari pangkat terendah sampai pangkat tertinggi adalah suatu kewajaran mengingat Polri sudah sampai di level yang mana menjunjung tinggi profesionalitas yang digaungkan masyarakatnya, transparan dalam pelayanan dan akuntabel dalam pelaksanaan tugas.
     Diharapkan dengan strategi diatas maka Polri dapat menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat juga penegak hukum yang professional, transparan dan akuntabel sehingga publik merasa terbantu dan keberadaan Polri sungguh sangat dirasakan.

BAB IV
PENUTUP
4.I KESIMPULAN
     Masyarakat Indonesia sekarang ini menyoroti kinerja kepolisian, mereka membutuhkan polisi yang professional dan memiliki mentalitas serta integritas yang baik. Polri sendiri telah memiliki pedoman kode etik dan pranatanya sendiri untuk menetapkan standar professional dan mentalitas bhayangkara sebagai Abdi utama masyarakat. Namun demikian adalah bukan suatu hal yang mudah bila kita menghendaki polisi yang notabenenya memiliki sejarah militer dan hingga saat ini pada sebagian oknum mental aparatnya masih ada yang cenderung bermental priyayi, namun hal tersebut merupakan dinamika dimana Polri dengan kritikan publik maka akan selalu akan belajar dan berbenah untuk membangun dirinya ( baca: institusi ) untuk menjadi lebih baik. Parameter professional dan mental yang baik itu sendiri dapat tercermin dari kemampuan aparat Polri dalam melaksanakan Tupoksinya yang utama yakni to protect dan to serve, apabila masyarakat sudah merasa ter-protect dan terlayani dengan baik, maka publik akan menilai Polri sudah professional. Jadi kata professional itu bukan lahir atas penilaian aparat Polri itu sendiri, melainkan lahir secara tulus dari hati masyarakat yang merasa terbantu, terlindungi, dan terlayani melalui hadirnya Polri.
4.2    SARAN
Adapun untuk menjadi Polisi yang professional kita harus berbenah secara holistic dan hal tersebut dimulai dari revolusi mental terhadap diri sendiri. Berpedoman pada Catur Prasetya dan Tri Brata serta memegang teguh Kode Etik Profesi Polri adalah tolak ukur untuk menjadi polisi professional yang bermental humanis, akuntabel dan sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat luas.


DAFTAR PUSTAKA
1.       Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta. Hlm: 20-27
2.       Prof.Sudarsono, Teguh. 2014. Bunga Rampai.  Jakarta
3.       http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php. Maret, 2, 2015 pukul 13:08 wib
4.       https://krisnaptik.wordpress.com/tag/jati-diri-polri/. Maret 2, 2015 pukul 13.30 wib
5.       Prof. Reksodipuro, Mardjono.“Ilmu Kepolisian dan Profesionalisme Polri” dalam rangka sewindu Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia (KIK-UI).
6.       Kunarto, Etika kepolisian, Cipta Manunggal, 1997.
7.       Kelik Pramudya,SH. Dan Ananto Widiatmoko, SH., Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum, cetakan pertama 2010.




[1] Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta. Hlm: 20-27
[2] Prof.Sudarsono, Teguh. 2014. Bunga Rampai.  Jakarta.
[3] Yang dimaksud penulis disini logistik dalam artian luas, termasuk seragam dinas mulai dari tutup kepala hingga sepatu yang dikenakan petugas di lapangan, semua harus dalam keadaan baik dan rapih sehingga masyarakat yang melihat sosok Polri bisa merasa bangga memiliki petugas Polri di wilayahnya, bukan sebaliknya polisi terlihat tidak rapih.
[4] http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php. Maret, 2, 2015 pukul 13:08 wib. pro·fe·si·o·nal·is·me /profésionalisme/ n mutu, kualitas, dan tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi atau orang yg profesional: -- perusahaan kecil perlu ditingkatkan dl waktu belakangan ini
[5] pro·fe·si /profési/ n bidang pekerjaan yg dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu; 
ber·pro·fe·si v mempunyai profesi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar