Tingkat kriminalitas
yang terjadi di kota besar selalu mengalami intensitas yang cenderung naik tiap
tahunnya hal ini tidak lepas dari beragamnya faktor yang saling terkait dan
mempengaruhi seperti tingginya angka perpindahan penduduk yang bermigrasi dari
pedesaan untuk masuk ke suatu wilayah perkotaan dengan harapan untuk
mendapatkan hidup yang lebih layak sehingga mengakibatkan peledakan populasi
diluar angka kelahiran yang sudah sangat besar dan sayangnya tidak ditunjang
dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai sehingga mengakibatkan
tingginya jumlah pengangguran yang diikuti dengan naiknya angka kemiskinan hal
ini ironis dan berbanding terbalik dengan harapan para pendatang yang ingin
mengadu nasib di kota besar demi strata kehidupan ekonomi yang lebih layak, generasi
muda kita juga tidak luput dengan rendahnya perhatian pemerintah di bidang
pendidikan sehinga sumber daya manusia yang ada masih jauh dari yang diharapkan
bahkan untuk memenuhi standar kompetensi penerimaan tenaga kerja di suatu
perusahaan meskipun untuk kualifikasi setingkat tenaga helper atau buruh pabrik
. Perihal awal inilah yang perlu kita pahami bersama yang dapat mengakibatkan efek
domino sehingga berujung pada meningkatnya pengangguran yang berujung pada
naiknya angka kriminalitas terutama kejahatan jalanan di perkotaan.
Batam
adalah sebuah kota besar di daerah Provinsi Kepulauan Riau, tempat dimana
penulis pernah berdinas selama kurang lebih enam tahun sepanjang karirnya
menjadi perwira polisi. Batam adalah kota yang memiliki beragam budaya dan
multi etnis hal ini disebabkan tingginya angka pendatang yang datang ke Kota
Batam untuk merantau guna mencari lahan pekerjaan demi kehidupan yang lebih
baik. Sayangnya terkadang tidak semua pendatang memenuhi standar kompetensi
yang dibutuhkan oleh pemilik lapangan pekerjaan yang ada sehingga berujung pada
meningkatnya angka pengangguran yang ada di Kota Batam. Sesuai teori kebutuhan
dari Abraham Maslow[1] bahwa
manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhannya antara lain kebutuhan fisiologis
seperti makan, minum, kebutuhan memperoleh keturunan, kebutuhan akan rasa aman,
kebutuhan sosial, penghargaan dan terakhir kebutuhan akan aktualisasi diri. Berangkat
dari kebutuhan tersebut maka kebutuhan sandang, pangan dan papan juga harus
dipenuhi sementara hal ini terbentur dengan kenyataan hidup dimana lapangan
pekerjaan terbatas dan sumber daya manusia tidak memenuhi syarat minimal yang
dibutuhkan oleh perusahaan sehingga mengakibatkan para pencari kerja menjadi
terlantar, bekerja serabutan hingga akhirnya karena alasan terhimpit kebutuhan
ekonomi, menjadi pelaku kejahatan. Kejahatan jalanan sengaja penulis pilih
bukannya kejahatan kerah putih atau “white
collar crime” karena kejahatan jalanan adalah suatu dinamika prilaku
masyarakat yang cenderung merasa kurang diterima oleh lingkungannya sehingga
individu atau kelompok tersebut menjadi abmoral[2]
dan cenderung melanggar norma dan aturan yang ada untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya. Kejahatan jenis ini dirasakan langsung oleh warga masyarakat, bisa
dilihat dan dampak negatifnya berupa rasa takut akibat keadaan mencekam yang
ditimbulkan memiliki efek yang cukup signifikan di lingkungan masyarakat yang
menjadi tempat kejadian perkara. Contohnya apabila terjadi suatu tindak pidana
pencurian dengan kekerasan atau pencurian dengan pemberatan di suatu wilayah seperti
perampokan, penjambretan, pembegalan seperti yang sedang marak belakangan ini
yang dilakukan oleh geng motor, maka selain korban yang mengalami kerugian
secara material maupun immaterial maka lingkungan sekitar juga pasti dicekam
rasa takut akibat kejadian tersebut yang pasti akan berimbas kepada melemahnya
mentalitas dan potensi yang ada di dalam masyarakat tersebut.
Polsek Batu Ampar
sebagai satuan terkecil di jajaran Polresta Barelang tempat penulis pernah
bertugas sebagai Kanit Reskrim sudah melakukan berbagai upaya menekan angka
kriminalitas utamanya kejahatan jalanan melalui kegiatan kring serse, patroli
malam rutin, dan giat razia antisipasi curas dan curanmor yang dilaksanakan
tiap akhir pekan. Hal ini tidak lepas dari pengejawantahan kemampuan manajerial
dari ilmu kepolisian yang penulis coba aplikasikan di lapangan pekerjaan. Adapun
menurut penulis, ilmu kepolisian seyogyanya merupakan multi disiplin ilmu yang
mempelajari fenomena yang ada dan berkembang di masyarakat dalam hubungan antar
persona berikut akibatnya dan permasalahan yang terjadi setelahnya dari segi
hukum, norma dan nilai yang berlaku yang dituangkan dalam standar oprasional
prosedur kepolisian sebagai metode pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang
terjadi untuk menjaga stabilitas keamanan masyarakat, bangsa dan negara. Hasil
dari giat kepolisian tersebut ternyata cukup signifikan, meski angka
kriminalitas cenderung stabil dan presentase kejadian perkara tidak mengalami
penurunan yang drastis, namun angka pengungkapan perkara mengalami peningkatan.
Hal ini tidak lepas dari penerapan ilmu kepolisian yang penulis pernah pelajari
selama di Akademi Kepolisian khususnya ilmu fungsi teknis reserse dimana
penulis belajar tentang penyelidikan dan penyidikan juga fungsi teknis binmas
yang sangat memberikan manfaat bagi penulis saat melakukan pendekatan dengan tokoh
masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda sehingga penulis sering mendapatkan
informasi berharga yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi di wilayah
hukum Polsek Batu Ampar tempat penulis berdinas.
Ilmu kepolisian
memiliki manfaat yang beragam yang tidak hanya bisa dirasakan oleh anggota
Polri, melainkan juga masyarakat luas, dengan memahami esensi dari ilmu
kepolisian dan memahami proses aplikasi atau penerapan dari ilmu kepolisian ini
maka kita sebagai warga negara dan sebagai bagian dari komunitas masyarakat
yang melek hukum telah mempelajari suatu dinamika sosial dan melihat suatu
persoalan di masyarakat dari segi penegak hukum. Memang banyak kontroversi yang
terjadi dimana dalam ditegakkannya hukum untuk mencapai keadilan bagi khalayak
ramai pasti akan ada yang merasa “dikorbankan” dan tidak lain mereka adalah
pelaku kejahatan dan mereka yang memang bertentangan dengan nilai dan norma. Maka
kemudian di tahapan ini akan muncul isu yang berkaitan dengan hak asasi
manusia, kebebasan berpendapat, dan lain sebagainya. Namun itulah resiko yang
harus ditempuh dan dihadapi oleh seorang penegak hukum yang tergabung dalam criminal justice system. Dengan mempelajari
ilmu kepolisian yang berisi tentang berbagai interdisiplin ilmu maka kita tidak
akan merasa canggung dan bimbang dengan keputusan atau diskresi yang kita buat
dalam rangka penegakan hukum dan kita seharusnya paham sudah menjadi resiko
pekerjaan kita bahwa pelanggar hukum tidak akan pernah seirama dengan aparat
penegak hukum dan mereka akan selalu mencari celah untuk lolos dari jeratan hukum
dan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita untuk mengatasi permasalahan
dengan melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap setiap tindak kejahatan
yang terjadi. Sesuai teori dari Robert K. Cohen dengan “routine activities theory”-nya yang menyatakan bahwa kejahatan
terdiri dari rangkaian elemen yakni adanya motivated
offender ( pelaku kejahatan yang memiliki motivasi ), a suitable target ( calon korban potensial yang dijadikan target
oleh pelaku kejahatan ) dan absence of
capable guardian ( tidak adanya pihak ketiga yang berperan sebagai penjaga
atau penghalang dalam pelaku beraksi ) maka apabila salah satu dari elemen ini
tidak ada maka suatu tindak pidana akan sulit terjadi. Dalam ilmu kepolisian
maka aparat penegak hukum adalah merupakan guardian atau penjaga, makna dari
guardian dalam teori ini sebenarnya tidak hanya mengacu pada polisi melainkan
pada setiap individu yang memiliki potensi dan mampu berpredikat debagai
pengagal atau pencegah kejahatan. Kembali kepada ilmu kepolisian maka atensi
sebagai penjaga sudah melekat pada petugas baik yang berseragam maupun non
seragam di lokasi yang rawan kejahatan. Giat patroli rutin merupakan salah satu
pengaplikasian dari teori ini secara nyata.
Ilmu kepolisian tidak
hanya bersifat teoritis namun juga aplikatif dan bermanfaat dalam dinas bagi petugas
kepolisian, dengan mempelajari ilmu kepolisan dan berbagai interdisiplin ilmu
yang ada didalamnya akan membuat petugas polisi semakin memahami tugas dan
tanggung jawabnya serta menerapkan berbagai metode yang efisien dalam rangka
melaksanakan tugas pokoknya yakni melindungi, mengayomi dan melayani mayarakat
juga sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi/
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik
Abraham Maslow.[3] Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia
terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus,
seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari
bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan,
penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan
eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang,
dan pemenuhan diri sendiri).
[2]
http://ms.wikipedia.org/wiki/Abnormal/
Abnormal behavior
violates the standardization community. When a person fails to comply with the
rules of morality and society, this behavior is considered abnormal. However,
the extent of these violations and how often it is violated by others should be
taken into account.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar