Kasie Juntrad

Kasie Juntrad
I was a cadet

Minggu, 22 Februari 2015

APLIKASI ILMU KEPOLISIAN DALAM PENGUNGKAPAN KASUS KEJAHATAN JALANAN DI POLSEK BATU AMPAR


            Tingkat kriminalitas yang terjadi di kota besar selalu mengalami intensitas yang cenderung naik tiap tahunnya hal ini tidak lepas dari beragamnya faktor yang saling terkait dan mempengaruhi seperti tingginya angka perpindahan penduduk yang bermigrasi dari pedesaan untuk masuk ke suatu wilayah perkotaan dengan harapan untuk mendapatkan hidup yang lebih layak sehingga mengakibatkan peledakan populasi diluar angka kelahiran yang sudah sangat besar dan sayangnya tidak ditunjang dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai sehingga mengakibatkan tingginya jumlah pengangguran yang diikuti dengan naiknya angka kemiskinan hal ini ironis dan berbanding terbalik dengan harapan para pendatang yang ingin mengadu nasib di kota besar demi strata kehidupan ekonomi yang lebih layak, generasi muda kita juga tidak luput dengan rendahnya perhatian pemerintah di bidang pendidikan sehinga sumber daya manusia yang ada masih jauh dari yang diharapkan bahkan untuk memenuhi standar kompetensi penerimaan tenaga kerja di suatu perusahaan meskipun untuk kualifikasi setingkat tenaga helper atau buruh pabrik . Perihal awal inilah yang perlu kita pahami bersama yang dapat mengakibatkan efek domino sehingga berujung pada meningkatnya pengangguran yang berujung pada naiknya angka kriminalitas terutama kejahatan jalanan di perkotaan.
            Batam adalah sebuah kota besar di daerah Provinsi Kepulauan Riau, tempat dimana penulis pernah berdinas selama kurang lebih enam tahun sepanjang karirnya menjadi perwira polisi. Batam adalah kota yang memiliki beragam budaya dan multi etnis hal ini disebabkan tingginya angka pendatang yang datang ke Kota Batam untuk merantau guna mencari lahan pekerjaan demi kehidupan yang lebih baik. Sayangnya terkadang tidak semua pendatang memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan oleh pemilik lapangan pekerjaan yang ada sehingga berujung pada meningkatnya angka pengangguran yang ada di Kota Batam. Sesuai teori kebutuhan dari Abraham Maslow[1] bahwa manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhannya antara lain kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, kebutuhan memperoleh keturunan, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, penghargaan dan terakhir kebutuhan akan aktualisasi diri. Berangkat dari kebutuhan tersebut maka kebutuhan sandang, pangan dan papan juga harus dipenuhi sementara hal ini terbentur dengan kenyataan hidup dimana lapangan pekerjaan terbatas dan sumber daya manusia tidak memenuhi syarat minimal yang dibutuhkan oleh perusahaan sehingga mengakibatkan para pencari kerja menjadi terlantar, bekerja serabutan hingga akhirnya karena alasan terhimpit kebutuhan ekonomi, menjadi pelaku kejahatan. Kejahatan jalanan sengaja penulis pilih bukannya kejahatan kerah putih atau “white collar crime” karena kejahatan jalanan adalah suatu dinamika prilaku masyarakat yang cenderung merasa kurang diterima oleh lingkungannya sehingga individu atau kelompok tersebut menjadi abmoral[2] dan cenderung melanggar norma dan aturan yang ada untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Kejahatan jenis ini dirasakan langsung oleh warga masyarakat, bisa dilihat dan dampak negatifnya berupa rasa takut akibat keadaan mencekam yang ditimbulkan memiliki efek yang cukup signifikan di lingkungan masyarakat yang menjadi tempat kejadian perkara. Contohnya apabila terjadi suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau pencurian dengan pemberatan di suatu wilayah seperti perampokan, penjambretan, pembegalan seperti yang sedang marak belakangan ini yang dilakukan oleh geng motor, maka selain korban yang mengalami kerugian secara material maupun immaterial maka lingkungan sekitar juga pasti dicekam rasa takut akibat kejadian tersebut yang pasti akan berimbas kepada melemahnya mentalitas dan potensi yang ada di dalam masyarakat tersebut.
Polsek Batu Ampar sebagai satuan terkecil di jajaran Polresta Barelang tempat penulis pernah bertugas sebagai Kanit Reskrim sudah melakukan berbagai upaya menekan angka kriminalitas utamanya kejahatan jalanan melalui kegiatan kring serse, patroli malam rutin, dan giat razia antisipasi curas dan curanmor yang dilaksanakan tiap akhir pekan. Hal ini tidak lepas dari pengejawantahan kemampuan manajerial dari ilmu kepolisian yang penulis coba aplikasikan di lapangan pekerjaan. Adapun menurut penulis, ilmu kepolisian seyogyanya merupakan multi disiplin ilmu yang mempelajari fenomena yang ada dan berkembang di masyarakat dalam hubungan antar persona berikut akibatnya dan permasalahan yang terjadi setelahnya dari segi hukum, norma dan nilai yang berlaku yang dituangkan dalam standar oprasional prosedur kepolisian sebagai metode pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang terjadi untuk menjaga stabilitas keamanan masyarakat, bangsa dan negara. Hasil dari giat kepolisian tersebut ternyata cukup signifikan, meski angka kriminalitas cenderung stabil dan presentase kejadian perkara tidak mengalami penurunan yang drastis, namun angka pengungkapan perkara mengalami peningkatan. Hal ini tidak lepas dari penerapan ilmu kepolisian yang penulis pernah pelajari selama di Akademi Kepolisian khususnya ilmu fungsi teknis reserse dimana penulis belajar tentang penyelidikan dan penyidikan juga fungsi teknis binmas yang sangat memberikan manfaat bagi penulis saat melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda sehingga penulis sering mendapatkan informasi berharga yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Polsek Batu Ampar tempat penulis berdinas.
Ilmu kepolisian memiliki manfaat yang beragam yang tidak hanya bisa dirasakan oleh anggota Polri, melainkan juga masyarakat luas, dengan memahami esensi dari ilmu kepolisian dan memahami proses aplikasi atau penerapan dari ilmu kepolisian ini maka kita sebagai warga negara dan sebagai bagian dari komunitas masyarakat yang melek hukum telah mempelajari suatu dinamika sosial dan melihat suatu persoalan di masyarakat dari segi penegak hukum. Memang banyak kontroversi yang terjadi dimana dalam ditegakkannya hukum untuk mencapai keadilan bagi khalayak ramai pasti akan ada yang merasa “dikorbankan” dan tidak lain mereka adalah pelaku kejahatan dan mereka yang memang bertentangan dengan nilai dan norma. Maka kemudian di tahapan ini akan muncul isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan lain sebagainya. Namun itulah resiko yang harus ditempuh dan dihadapi oleh seorang penegak hukum yang tergabung dalam criminal justice system. Dengan mempelajari ilmu kepolisian yang berisi tentang berbagai interdisiplin ilmu maka kita tidak akan merasa canggung dan bimbang dengan keputusan atau diskresi yang kita buat dalam rangka penegakan hukum dan kita seharusnya paham sudah menjadi resiko pekerjaan kita bahwa pelanggar hukum tidak akan pernah seirama dengan aparat penegak hukum dan mereka akan selalu mencari celah untuk lolos dari jeratan hukum dan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita untuk mengatasi permasalahan dengan melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap setiap tindak kejahatan yang terjadi. Sesuai teori dari Robert K. Cohen dengan “routine activities theory”-nya yang menyatakan bahwa kejahatan terdiri dari rangkaian elemen yakni adanya motivated offender ( pelaku kejahatan yang memiliki motivasi ), a suitable target ( calon korban potensial yang dijadikan target oleh pelaku kejahatan ) dan absence of capable guardian ( tidak adanya pihak ketiga yang berperan sebagai penjaga atau penghalang dalam pelaku beraksi ) maka apabila salah satu dari elemen ini tidak ada maka suatu tindak pidana akan sulit terjadi. Dalam ilmu kepolisian maka aparat penegak hukum adalah merupakan guardian atau penjaga, makna dari guardian dalam teori ini sebenarnya tidak hanya mengacu pada polisi melainkan pada setiap individu yang memiliki potensi dan mampu berpredikat debagai pengagal atau pencegah kejahatan. Kembali kepada ilmu kepolisian maka atensi sebagai penjaga sudah melekat pada petugas baik yang berseragam maupun non seragam di lokasi yang rawan kejahatan. Giat patroli rutin merupakan salah satu pengaplikasian dari teori ini secara nyata.
Ilmu kepolisian tidak hanya bersifat teoritis namun juga aplikatif dan bermanfaat dalam dinas bagi petugas kepolisian, dengan mempelajari ilmu kepolisan dan berbagai interdisiplin ilmu yang ada didalamnya akan membuat petugas polisi semakin memahami tugas dan tanggung jawabnya serta menerapkan berbagai metode yang efisien dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya yakni melindungi, mengayomi dan melayani mayarakat juga sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.





[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi/ Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow.[3] Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
[2] http://ms.wikipedia.org/wiki/Abnormal/ Abnormal behavior violates the standardization community. When a person fails to comply with the rules of morality and society, this behavior is considered abnormal. However, the extent of these violations and how often it is violated by others should be taken into account.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar