BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia
adalah negara yang memiliki akulturasi budaya dimana kekayaan tidak hanya dari
sumber daya alamnya namun juga terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama,
ras dan adat istiadat. Keanekaragaman
ini haruslah dijaga sehingga diwujudkan suatu pedoman hidup yakni
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mampu menyatukan semua
perbedaan yang ada. Akulturasi budaya ini juga menjadi faktor utama ( selain
hubungan interaksi sosial antar manusia ) lahirnya suatu ekses yakni apa yang
kemudian kita sebut dengan konflik. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis
(1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam
berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan. Sedangkan menurut Robbins, konflik dalam organisasi sering terjadi
tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon
terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain
yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993). Beberapa teori
tentang konflik tersebut menjelaskan bahwa konflik merupakan hal yang wajar
terjadi dalam kehidupan interaksi antar hubungan sosial manusia. Hal ini juga
menjelaskan bahwa Indonesia dengan keberagaman kultur budayanya memiliki
tingkat kerawanan konflik yang cukup tinggi, sehingga dalam menyikapi hal
tersebut maka diperlukan bagi negara untuk membentuk suatu deteksi dini
sehingga dengan adanya deteksi dini diharapkan mampu mengenali tingkat
kerawanan dan potensi kejadian gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang
dapat terjadi di masa mendatang untuk kemudian dihindari ataupun ditanggulangi
sehingga tidak menimbulkan ekses yang bersifat destruktif atau merugikan negara
dan warganya.
Fungsi
deteksi dini atau yang kemudian juga banyak dikenal dengan nama early warning system, sebetulnya sudah
dikenal sejak jaman dahulu di masa kerajaan masih berjaya dan digunakan oleh
birokrat dalam konteks ketatanegaraan khususnya pertahanan dan keamanan. Fungsi
ini diemban oleh intelijen dan memiliki pengaruh yang dominan bahkan selalu
digunakan dalam setiap operasi militer untuk memetakan kekuatan musuh dan luas
wilayah yang akan direbut. Hal ini menerangkan bahwa penggunaan deteksi dini
oleh intelijen sebagai penyuplai informasi yang sifatnya strategis selalu
digunakan dalam berbagai elemen kehidupan. Kegiatan umum dari Intelijen itu
sendiri meliputi pengumpulan bahan keterangan, menganalisa informasi yang
didapat, serta kemudian hasil analisa tersebut yang telah diolah menjadi suatu
produk pelaporan diberikan kepada pimpinan atau pembuat kebijakan untuk membuat
suatu keputusan dalam mencapai tujuan organisasi. Keterkaitan inilah yang
menjelaskan mengapa fungsi intelijen yang mendapat amanah untuk melakukan
deteksi dini.
Intelijen
di kepolisian dalam hal operasional kegiatannya meliputi penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan. Hal ini memiliki tujuan yang sama yakni untuk
memperoleh informasi, mengamankan objek seta cipta kondisi yang membuat
pelaksanaan tugas Polri lainnya menjadi kondusif. Kegiatan ini bisa dilaksanakan
secara terbuka maupun tertutup.
Dalam
tulisan ini penulis mencoba memaparkan apa fungsi dari deteksi dini bila
dikaitkan dengan kasus pembakaran terhadap Polsek Limun di daerah Sarolangun
Provinsi Jambi yang dilakukan oleh sekelompok massa yang tidak puas akibat
salah satu warganya ada yang tertembak hingga tewas oleh aparat Polsek Limun.
BAB II
PEMBAHASAN
Kejadian
pembakaran Polsek Limun di wilayah Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi pada
hari Sabtu, tanggal 25 April 2015 menggemparkan khalayak ramai, gencarnya
pemberitaan di media massa namun terkesan simpang siur dan mendiskreditkan
aparat kepolisian membuat publik bertanya-tanya akan apa yang menjadi sebab
utamanya sehingga dilakukan pembakaran terhadap kantor Polsek Limun oleh
sekelompok warga. Hingga sampai akhirnya setelah dilakukan penyelidikan
internal oleh Itwasda dan Bid Propam Polda Jambi maka informasi menjadi jelas
bahwa warga membakar Polsek Limun karena adanya ketidakpuasan warga terhadap
informasi yang diterima terkait meninggalnya salah seorang warganya setelah
terlibat bentrok dalam upaya penangkapan kasus narkoba yang dilakukan oleh
aparat kepolisian Polsek Limun pada malam sebelumnya yakni tanggal 24 April
2015 sekira pukul 20.00 wib dimana Kapolsek Limun AKP. Pujiarso, S.H. menerima
informasi dari masyarakat Desa Mounti Kec. Limun tentang adanya transaksi
narkoba sehingga kemudian ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian Polsek Limun.
Kemudian
menurut hasil investigasi Itwasda Polda Jambi yang dilaporkan ke Itwasum, pada
malam tanggal 24 April 2015 setelah jam 20.00 wib saat dilakukan upaya
penangkapan terhadap salah seorang pemuda yang diduga oleh aparat Polsek Limun
sebagai bagian dari sindikat narkoba yang bernama Edwar, salah satu anggota
Polsek Limun melakukan kelalaian sehingga menyebabkan senjata SS1 V2 nya
meletus dan mengenai bagian dari kepala pemuda yang diduga tersangka pelaku
kejahatan narkoba hingga pemuda an. Edwar tersebut terjatuh. Kemudian anggota
Polsek Limun membawa pemuda yang terluka tersebut untuk mendapatkan penanganan
medis di RSUD Sarolangun dan dilakukan perawatan dari pukul 22.00 wib, Kapolsek
kemudian melaporkan Sitkamtibmas kepada jajaran pimpinan Polres Sarolangun
dengan menyebutkan bahwa Polsek Limun telah menangkap tersangka narkoba dengan
kondisi tertembak pada daerah bibir, kemudian perintah Kapolres agar segera
membawa tersangka yang tertembak ke rumah sakit, antisipasi pihak keluarga dan
kantor Polsek Limun.
Pada
pukul 23.00 wib jajaran pimpinan Polres Sarolangun melakukan rapat di Polres
untuk mengantisipasi kejadian tersebut tanpa ada mengecek keadaan korban maupun
menemui keluarga korban tembak di rumah sakit. Hingga masuk pada tanggal 25
April 2015 sekira pukul 02.10 wib akhirnya pemuda tersebut dinyatakan meninggal
dunia. Visum dari dokter yang menangani menerangkan bahwa pemuda tersebut
dinyatakan tewas akibat pendarahan yang tidak bisa dihentikan di langit-langit
mulut yang berasal dari luka di belakang telinga kiri tembus hingga ke pipi
sebelah kanan hidung. Kapolres yang mendapat laporan dari Kapolsek Limun mengenai
meninggalnya korban langsung memerintahkan untuk antisipasi keluarga korban dan
memberikan santunan.
Kemudian
pagi pukul 07.00 wib hampir seluruh pejabat utama Polda Jambi memberikan arahan
kepada Kapolres Sarolangun melalui BBM untuk mewaspadai kejadian berulang
dimana dahulu di tahun 2013 tepatnya di desa Mengkadai, wilayah hukum Polsek
Limun ada seorang anggota Brimob yang tewas dan 1 unit mobil Patroli dibakar
massa, oleh karenanya pengamanan Polsek Limun dan Polres Sarolangun harap
dipertebal, waspadai dan antisipasi ekses pelaku meninggal dunia dan lakukan
deteksi aksi, penggalangan terhadap keluarga korban serta masyarakat
sekitarnya. Menindak lanjuti jukrah tersebut maka pukul 09.30 Kapolres
Sarolangun memerintahkan Kabagops agar memback-up Kapolsek Limun dalam rangka
antisipasi penyerangan oleh warga masyarakat terkait meninggalnya salah seorang
warga. Dan pada pukul 09.45 pasukan bergeser, waktu tempuh dari Polres
Sarolangun ke Polsek Limun sekitar 15 menit, namun pada pukul 10.00 wib ketika
pasukan bantuan dari Polres Sarolangun tiba ternyata Polsek sudah habis
terbakar.
Ternyata sebelumnya pada pukul 09.50 wib
sesuai laporan dari Kasat Intelkam, bahwa masyarakat yang berkumpul dirumah
duka rencananya akan melakukan cek TKP penembakan, setelahnya warga datang
berbondong-bondong ke Polsek Limun untuk meminta penjelasan kepada Kapolsek
mengenai kronologis penembakan karena informasi yang diberikan Kapolsek kepada
warga masyarakat adalah bahwa pelaku meninggal karena melarikan diri dan menabrak
gorong-gorong. Namun faktanya Kapolsek tidak ada ditempat dan anggota yang
berada di Polsek juga tidak mampu memberikan penjelasan maka masyarakat merusak
fasilitas Polsek dan membakar Polsek Limun dengan menggunakan barang bukti
solar yang ada di Polsek Limun.
Dari
kronologis diatas maka dapat ditarik kesimpulan pentingnya deteksi dini
terhadap sitkamtibmas yang ada terkait ekses dari kegiatan kepolisian yang mana
dalam hal ini rentan konflik karena dipicu hilangnya nyawa seseorang setelah
dilakukan giat kepolisian. Hal ini sebenarnya dapat diantisipasi apabila pembagian
informasi dari hasil pulbaket dilapangan yang telah diolah dalam suatu produk
laporan kepada pimpinan dapat disampaikan dengan fakta yang sebenar-benarnya
dan tidak terkesan ditutupi sehingga pimpinan mampu mengambil keputusan yang
tepat terkait tindakan kepolisian yang telah dilakukan.
Menurut
Karwita dan Saronto (2001: 126-127), tugas pokok Intelkam dapat dirumuskan
dalam empat kegiatan sebagai berikut:
(1) Melakukan deteksi terhadap
segala perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat serta perkembangannya di
bidang ideologi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan untuk dapat
menandai kemungkinan adanya aspek-aspek kriminogen, selanjutnya mangadakan
identifikasi hakikat ancaman terhadap Kamtibmas;
(2) Menyelenggarakan fungsi
intelijen yang diarahkan ke dalam tubuh Polri sendiri dengan sasaran pengamanan
material, personil dan bahan keterangan serta kegiatan badan/kesatuan, terhadap
kemungkinan adanya tantangan yang bersumber dari luar maupun dari dalam tubuh
Polri agar Polri tidak terhalang atau terganggu dalam melaksanakan tugas
pokoknya;
(3) Melakukan penggalangan dalam rangka
menciptakan kondisi tertentu dalam masyarakat yang menguntungkan bagi
pelaksanaan tugas pokok Polri;
(4) Melakukan pengamanan terhadap
sasasaran-sasaran tertentu dalam rangka mencegah kemungkinan adanya pihak-pihak
tertentu memperoleh peluang dan dapat memenfaatkan kelemahan-kelemahan dalam
bidang Ipleksosbud Hankam, sebagi sarana ekploitasi untuk menciptakan suasana
pertentangan pasif menjadi aktif, sehingga menimbulkan ancaman atau gangguan di
bidang Kamtibmas.
Menurut
Kunarto (1999: 48), penyelidikan merupakan upaya mencari dan mengumpulkan bahan
informasi; pengamanan merupakan upaya mengamankan organisasi agar tidak menjadi
sasaran lawan; penggalangan merupakan upaya untuk menciptakan kondisi dan
situasi yang menguntungkan organisasi. Seandainya teori dari Kunarto dimengerti
dan dijabarkan dalam tugas intelijen maka rangkaian deteksi dini terkait
sitkamtibmas yang terjadi hendaknya bisa dibuat dalam produk pelaporan yang
ditujukan kepada pimpinan sehingga dapat diambil keputusan yang tepat dalam
menentukan tujuan organisasi dalam hal ini kepolisian. Namun demikian tidak
halnya dengan yang terjadi di Polsek Limun dimana Kapolsek memberikan laporan
yang tidak lengkap kepada jajaran pimpinan di Polres Sarolangun dan Kanit Intel
Polsek juga seirama dengan kapolseknya dimana memberikan informasi yang
terkesan ABS ( Asal Bapak Senang ) kepada Kasat Intelkam Polres Sarolangun, hal
ini menjadi krusial dikala sebagai akibat dari tindakan kepolisian hingga
mengakibatkan seorang warga terkena tembakan hingga akhirnya meninggal namun
tidak ada satupun anggota kepolisan yang ada di rumah sakit untuk menemui
keluarga korban. Dan langkah antisipatif yang diambil oleh Kapolsek juga
terkesan spekulatif tanpa mempertimbangkan aspek kultural dan sejarah sehingga
informasi yang diberikan kepada warga bukan yang sebenarnya dimana warga diberikan
informasi bahwa korban tewas akibat menabrak
gorong-gorong bukan karena luka tembak. Hal itulah yang kemudian memicu
emosi dan amarah warga masyarakat yang
kemudian berujung pada pembakaran Polsek Limun.
Menurut
penulis seharusnya hal seperti demikian dapat dihindari apabila dilakukan
sistem deteksi dini dimana bahan keterangan yang diperoleh untuk kemudian
diolah dan dijadikan suatu produk intelijen adalah fakta yang sebenarnya
terjadi dilapangan. Tentunya informasi yang sifatnya mentah adalah yang
memenuhi syarat dimana terkait dengan keamanan, sumbernya dapat dipercaya dan
relevan dengan masalah Kamtibmas yang actual sehingga kemudian dapat diproses
untuk dijadikan saran bagi pengambil kebijakan ( dalam kasus ini level Kapolres
) untuk mengambil keputusan guna menyusun rencana kegiatan dan menghitung
resiko yang mungkin dihadapi sebagai ekses tindakan kepolisian yang diambil.
Adapun
fungsi dari deteksi dini antara lain :
1. Untuk mengetahui
lebih awal terhadap potensi konflik yang mungkin terjadi.
2. Untuk menghindari ketidaksiapan
akan terjadinya suatu konflik.
3. Menyiapkan lebih awal langkah
kontijensi untuk menanggulangi konflik apabila konflik tidak dapat dihindarkan
lagi.
Adapun
cara Deteksi Dini melalui beberapa hal seperti :
1. Pemahaman konflik yang pernah terjadi
dimasa lampau.
2. Mapping konflik
yang sudah pernah terjadi dan penyelesaiannya.
Dari
cara deteksi dini dalam hal pemahaman dan mapping ( pemetaan ) tersebut, dapat
diketahui perkembangan yang terjadi saat ini mengenai berbagai konflik yang
pernah ada diwilayah tersebut. Hal ini akan berkaitan dengan upaya pendeteksian
konflik yang terjadi, baik konflik yang merupakan konflik lanjutan/laten dari
konflik yang pernah terjadi sebelumnya, maupun konflik yang baru pertama kali
muncul/terjadi. Seharusnya kejadian di masa lampau dimana seorang anggota
Brimob tewas dan 1 unit mobil patrol dibakar massa dapat menjadi pembelajaran
dan upaya dasar untuk dilakukannya deteksi dini terhadap potensi konflik
apabila dikaitkan dengan tipikal masyarakat Limun serta bagaimana tindak
lanjutnya setelah itu guna mencapai penyelesaian masalah dapat dijadian pedoman
untuk menentukan langkah awal sebagai antisipasi konflik berkepanjangan.
Selain
itu peran serta masyarakat dan koordinasi dengan instansi samping dan instansi
pemerintahan sebagai unsur terkait dalam penyelesaian konflik perlu dilakukan
guna menghadapi konflik yang tengah terjadi ataupun mengantisipasi potensi
konflik yang dapat terjadi di masa mendatang. Dapat kita ambil contoh dari
analisa kasus pembakaran Polsek Limun dimana seorang warga sebuah desa di
Kecamatan Limun tewas ditembak oleh salah seorang anggota Polsek Limun dalam
upaya penangkapan kejahatan narkoba, terlepas dari apa tindakan jahat yang
diduga dilakukan korban, upaya pengejaran yang berujung penembakan hingga
mengakibatkan korban tembak tewas adalah hal yang dapat memicu konflik vertical
antara aparat pemerintah dengan warga masyarakat setempat, apalagi tindakan
tersebut dinilai lalai dan ceroboh mengingat kondisi TKP yang merupakan
pemukiman padat penduduk dan penerangan yang jelas sehingga tanpa melepaskan
tembakan ( yang bukan tembakan peringatan dimana langsung mengarah kepada
tersangka ) seharusnya aparat Polsek Limun yang melakukan pengejaran dapat
menangkap orang yang diduga tersangka tanpa harus melepaskan tembakan ( tulisan
sesuai laporan tim penyelidikan internal yang terdiri dari Itwasda dan Bid
Propam Polda Jambi kepada Irwasum Polri ). Dengan demikian seharusnya langkah
preventif harus segera dapat direncanakan dan dilakukan oleh jajaran Polres
Sarolangun terutama Polsek Limun.
Langkah
preventif yang dilakukan oleh Polsek Limun harusnya berdasarkan hal sebagai
berikut :
a. Memahami reaksi masyarakat dan peristiwa terkini yang
muncul pada tahap awal.
Setelah memahami situasi dan kondisi terkini, kita sebagai
anggota Polri seharusnya peka dan mampu membaca reaksi dari masyarakat terkait
perkembangan yang terjadi. Adapun reaksi masyarakat ini dapat kita lihat dalam
berbagai bentuk, reaksi yang “laten”/bergerak di bawah permukaan, maupun reaksi
yang tidak memberikan aksi yang berarti terhadap perkembangan situasi kondisi
terkini. Analisa kasus : Kapolsek Limun memberikan konfirmasi bahwa terduga tersangka
an. Edwar tewas setelah menabrak gorong-gorong saat dilakukan upaya penangkapan
terhadap dirinya, sementara anggota Polsek Limun tidak ada satu orangpun yang
ada di rumah sakit untuk mendampingi keluarga korban karena Kapolsek under estimate setelah merasa keluarga
korban sudah dikondisikan dengan uang santunan. Sementara warga yang datang
langsung ke rumah sakit kemudian mengecek TKP menemukan fakta yang kontradiktif
sehingga memicu emosi warga yang mendatangi kantor Polsek untuk melakukan klarifikasi
namun pejabat yang dicari tidak ada ditempat dan anggota yang ada di kantor
tidak mampu memberikan penjelasan yang dibutuhkan oleh warga. Reaksi inilah
yang dikuatirkan akan timbul sehingga seharusnya langkah preventif lebih awal
disiapkan.
b. Pengumpulan bahan keterangan dan pemetaan dari peristiwa konflik vertical
yang pernah terjadi.
Dalam hal ini yang segala kejadian atau peristiwa yang berkaitan
dengan Isu/perkembangan terkini tersebut mulai untuk dikumpulkan, untuk
selanjutnya dilakukan kategorisasi (mana saja yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya konflik). Setelah dilakukan pengumpulan dan pemilihan, tahap
selanjutnya yang dilakukan adalah pemetaan masalah. Adapun tujuan dari pemetaan
masalah adalah tidak hanya sekedar memisah-misahkan permasalahan yang ada,
tetapi juga membaca jaring yang terhubung dari rangkaian peristiwa tersebut. Analisa
kasus : pada periode 2013 ada seorang anggota Brimob dan 1 unit mobil patrol
dibakar massa di wilayah Sarolangun, meski beda wilayah hukum Polsek namun
secara demografi dan kultur masyarakatnya sama sehingga potensi konflik
vertical dapat sewaktu-waktu kembali muncul ke permukaan. Peristiwa-peristiwa
tersebut harus dikumpulkan dan dicari keterkaitannya satu sama lain, sehingga
dapat dilihat apakah kondisi ini dapat berujung pada terciptanya suatu konflik.
c. Yang terakhir, diperlukan adanya suatu pemahaman akan
kebutuhan masyarakat terhadap sikap pemerintah yang diinginkan, seperti sikap
lebih humanis, transparan dan akuntabel dimana dalam analisa kasus Polsek
Limun, aparat Polsek Limun belum bisa dikatakan capable dalam menjadi figure aparat yang diinginkan oleh warganya
dimana pelanggaran prosedur dari penggunaan senjata api dan kekerasan, ketidak
transparan dengan memberikan informasi yang tidak benar terkait penyebab
kematian Edwar hingga akuntabilitas yang dipertanyakan sehingga tidak mampu
menghadapi situasi kontijensi yang berakibat terbakarnya mako dan fasilitas
Polsek Limun.
Kemudian dari hasil deteksi dini diatas maka hendaknya
dituangkan dalam rencana kegiatan kontijensi Polsek yang meliputi :
a. Segera melakukan koordinasi dengan instansi atas yakni
Polres Sarolangun dan Polda Jambi dalam hal meminta bantuan perkuatan personil
sabhara dan brimob untuk menjaga mako Polsek Limun.
b. Koordinasi dengan satuan samping minimal Koramil dan
Pemda setempat untuk antisipasi efek domino dan konflik laten yang mungkin
terjadi.
c. Lakukan penggalangan dengan tomas, toga dan keluarga
korban secara kontinyu, juga lakukan koordinasi dengan media massa setempat
agar pemberitaan tidak menyesatkan dan terkesan berat sebelah.
d. Selalu melaporkan perkembangan situasi kontijensi
melalui radio sehingga termonitor jajaran Polda Jambi.
e. Dalam melakukan kegiatan hendaknya sesuai dengan protap
dan hindari arogansi personil di lapangan.
BAB III
KESIMPULAN
Deteksi dini memiliki peran penting dalam mengantisipasi
konflik yang mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga produk
intelijen yang diberikan kepada pimpinan hendaknya harus akurat dan berdasarkan
fakta sebenarnya yang terjadi di lapangan. Hal ini demi menghindari kesan under estimate yang sangat fatal apabila
dilakukan oleh pengemban fungsi intelijen dan pimpinan selaku pembuat
keputusan.
Dari keseluruhan cara deteksi dini diatas, dapat disimpulkan
bahwa kita sebagai Polri memerlukan suatu langkah early warning system yang
efektif. Fungsi intelijen kepolisian sebagai pengemban early warning system atau yang kita kenal dengan deteksi dini,
harus mampu melakukan upaya preventif dan pre-emtif dalam mencegah konflik.
Melalui fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen harus dapat
meredam segala potensi konflik dan memanfaatkan konflik sehingga berdampak
positif bagi organisasi kepolisian serta jangan sampai menyebabkan dampak
destruktif. Namun demikian hendaknya kepekaan terhadap situasi kamtibmas dan
reaksi masyarakat tidak hanya dimiliki oleh anggota fungsi intel namun juga
dimiliki oleh segenap anggota Polri sehingga kesadaran dalam mengantisipasi
potensi konflik dan pentingnya kewaspadaan juga wasdal ke dalam dapat
diterapkan oleh pimpinan di wilayah dan diilhami oleh seluruh personil Polri
saat melaksanakan tugas di lapangan baik itu dalam hal pelayanan kepada publik
maupun penegakan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Paulus Purwoko.dkk.
2012. Manajemen Intelkam, Jakarta :
PTIK-STIK.
2. Skep/37/I/2005,
tanggal 31 Januari 2005, Pedoman
Intelijen Keamanan di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Jakarta: Mabes Polri
3. UU no 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar