Kasie Juntrad

Kasie Juntrad
I was a cadet

Minggu, 12 April 2015

HUBUNGAN ADMINISTRASI KEPOLISIAN DENGAN ADMINISTRASI NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN

            Dalam menyelenggarakan suatu pemerintahan tidak dapat luput dari peran administrasi, hal ini penting karena fungsi administrasi ( bersama dengan manajemen ) merupakan salah satu infrastruktur yang memiliki fungsi bersifat fundamental dalam menyelenggarakan sebuah organisasi yang mana hal tersebut kemudian dalam level organisasi pemerintahan menjadi sebuah hal penting yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional. Demi tercapainya masyarakat yang tentram, sejahtera, adil dan makmur sesuai dengan cita-cita negara Indonesia maka peranan penyelengaraan fungsi keamanan haruslah menjadi pilar utama dalam mewujudkan bangsa yang madani. Maka dari itu dalam menyelenggarakan keamanan diperlukan sebuah tempat khusus didalam ruang administrasi kenegaraan agar hendaknya penyelenggaraan fungsi keamanan dapat menjadi suatu perhatian yang serius dalam fungsi pemerintahan sebuah negara sehingga masyarakat dapat merasakan rasa aman dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara baik secara struktural dan moral.
Administrasi adalah usaha dan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan. Administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan yang meliputi: catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik, agenda, dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. Administrasi dalam arti luas adalah seluruh proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan dengan memanfaatkan sarana prasarana tertentu secara berdaya guna dan berhasil guna.[1] Jadi administrasi secara garis besar tidak bisa dilepaskan dari fungsi manajemen dalam mencapai tujuan dari suatu organisasi.
Adapun pengertian administrasi kenegaraan atau biasanya disebut dengan administrasi publik menurut ahli diantaranya Siagian (1989), Hoessein (1997), dan Frederickson (1997) adalah seluruh proses, organisasi dan individu sebagai pejabat sehubungan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan legislatif, eksekutif dan peradilan. Administrasi negara dijalankan oleh pemerintah dan  memiliki tujuan utama pencapaian hasil berupa pelayanan pada sektor publik, oleh karena itu disebut juga dengan administrasi publik, yaitu administrasi yang dijalankan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat atau publik dengan tidak mencari laba.
Administrasi kepolisian dapat dijabarkan dengan luas namun pada hakikatnya sangat bergantung dari perkembangan politik dan sistem pemerintahan sebuah negara. Baik dilihat dari sistem ketatanegaraan, sistem pemerintahan, sistem pembentukan yang dipengaruhi sejarah dan budaya masyarakat suatu negara dan sistem peraturan yang mengiringi kelangsungan negara tersebut. Hal tersebut yang memperlihatkan keterkaitan antara administrasi kenegaraan dengan administrasi kepolisian. Khusus menyangkut kepolisian, administrasi kepolisian menangani pelaksanaan tugas kepolisian dan pelaksanaan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tindak criminal dan mencakupi hukum tentang pelarangan atas berbagai tindakan, prosedur yang berkaitan dengan pelanggaran hukum , serta pendekatan umum terhadap masalah criminal yang berkaitan dengan pencegahan, penanggulangan, dan rehabilitasi ( Gary W. Cordner dalam Bayley: 1998 ).[2]
Administrasi kepolisian itu sendiri memiliki ruang lingkup tugas dan bidangnya sehingga petugas polisi harus memperhatikan berbagai faktor yang mencakup tujuan, tugas, sumber daya, struktur, budaya, manajemen, dan lingkungan yang dijelaskan dibawah ini ( lihat Hoover, 1992 ). Adapun tujuan utama dari Departemen Kepolisian adalah melindungi jiwa, property, dan menjaga ketertiban umum. Salah satu tugas dasar administrator kepolisian adalah menjamin bahwa berbagai aktivitas diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Prinsip yang harus ditanamkan dalam organisasi adalah semangat dan tujuan oleh semua anggota kepolisian.[3]

a.   Tugas (task), administrator harus merancang tugas yang jelas untuk mencapai tujuan tersebut. Secara tradisional, tiga kategori tugas polisi adalah operasi, administrasi dan pelayanan.
b.  Sumber Daya (Resource), administrator polisi harus mampu sekaligus dapat menggunakan secara bijaksana berbagai sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas demi tercapainya tujuan.
c.   Struktur (structure), dengan adanya karyawan yang ditempatkan untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan, organisasi kepolisian memerlukan struktur untuk memandu pelaksanaan tugas itu, yg meliputi hierarki, distribusi kewenangan, deskripsi tugas, kebijakan, prosedur, aturan dan peraturan. Administrator harus menciptakan suatu kerangka kerja yg mengarahkan struktur dan organisasi ke berbagai tugas yg harus dilakukan, baik polisi yg bertugas dlm bidang pembinaan maupun operasional.
d.  Budaya (culture) administrator kepolisian harus dapat membentuk budaya organisasi yang menumbuhkan perilaku yang patut sekaligus menghancurkan perilaku tak patut.
e.  Manajemen (Management), administrator polisi juga harus menyediakan suatu bentuk manajemen dalam kepolisian, manajemen dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan, mengawasi karyawan, dan secara umum untuk menjaga departemen pada garis haluannya.
f.   Lingkungan (Enviromental), tujuan departemen kepolisian sebagian ditentukan oleh komunitas dan proses politik, anggaran ditentukan oleh proses politik, karyawan yang direkrut berasal dan tinggal di dunia luar, pelaksanaan tugas polisi dilakukan dalam masyarakat, dan lain-lain. Salah satu tugas administrator adalah mengatur interaksi departemen kepolisian dengan lingkungan sekitarnya.



BAB II
PEMBAHASAN

Era reformasi  telah menyebabkan berbagai dampak yang cukup signifikan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk penyelenggaraan pemerintahan yang kerap mendapat intervensi publik melalui suara rakyat demi menuntut kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dibandingkan era pemerintahan sebelumnya. Suatu ciri khas dari negara berkembang dimana fenomena akan hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, penegakan hukum, transparansi dan pemberantasan rezim KKN mewarnai setiap langkah politik yang diterapkan oleh pemerintah kita. Termasuk Polri sebagai lembaga penyelenggara keamanan yang dituntut untuk selalu sesuai dengan keinginan masyarakat tanpa melepaskan kewajiban dan prosedur yang telah diikat dalam bentuk Undang-undang yang pelaksanaannya kerap menjadi sorotan publik. Disatu sisi rakyat ingin Polisi selalu disisi mereka, melindungi dan mengayomi sesuai dengan tugas pokok dari Polri, namun disisi lain rakyat bisa berubah mnjadi oposisi bagi lembaga yang menjaga mereka apabila kebijakan dalam supremasi hukum yang diterapkan oleh pemerintah melalui Polri ( meski pada kenyataannya sesuai dengan undang-undang dan hukum ) berlawanan dengan kehendak rakyat.
Salah satu contoh kasus yang menggambarkan keterkaitan  erat antara administrasi kepolisian dengan administrasi negara adalah dalam mekanisme pemilihan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pasca kepemimpinan Jendral Polisi Sutarman. Dimana Polri memiliki calon tunggal yang sudah melalui proses fit and proper test di tingkat DPR yakni Kalemdikpol ( saat dicalonkan ) Komisaris Jendral Budi Gunawan. Hal ini kemudian mendapat pertentangan dari masyarakat Indonesia terutama pemerhati korupsi dimana secara tiba-tiba Komjen Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) sehingga proses pencalonan Komjen BG menjadi terhambat oleh penetapan tersangka oleh KPK tersebut.
Hal tersebut tentu saja menjadi polemik karena Komjen BG adalah calon tunggal Presiden RI yang didukung Komisi III DPR setelah melalui fit and proper test untuk menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menggantikan Jendral Polisi Sutarman. Kemudian Komjen BG pada periode 2 Februari 2015 melakukan langkah hukum dengan menggugat penetapan tersangka oleh KPK melalui proses pra peradilan yang belakangan tepatnya pada 16 Februari 2015 gugatan dimenangkan oleh Komjen BG karena ternyata menurut hakim yang memimpin sidang tersebut bahwa penetapan BG sebagai tersangka tidak sah dan tidak bersifat mengikat secara hukum.[4]
Namun demikian setelah melalui proses hukum yang panjang dan melalui pertimbangan sosiologis dan yuridis akhirnya Komjen BG batal dilantik menjadi Kapolri meski secara segi yuridis Komjen BG memenangkan gugatan pra peradilan dan dinyatakan tidak bersalah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Akan tetapi pertimbangan sosiologis-lah yang membuat Komjen BG batal maju ke tampuk pimpinan tertinggi Polri hal itu juga dilakukan atas pertimbangan menjaga nama baik institusi kepolisian sebagai lembaga keamanan negara. Sehingga kemudian Wakapolri Komjen Badrodin Haiti ditunjuk untuk menjadi PLT Kapolri hingga ada Kapolri baru yang definitive. Mengapa perlu pertimbangan sosiologis? Dan mengapa begitu besar peran DPR dalam menentukan siapa yang layak untuk menjadi Kapolri? Hal tersebut  sesuai dalam Tap MPR RI No.VI/MPR/2000 dan Tap MPR RI No.VII/MPR/2000 yang kemudian diatur lebih lanjut dengan UU no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dimana Polri merupakan alat negara dengan tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Selain tugas pokok tersebut, Polri juga melaksanakan tugas bantuan.[5] Dukungan administrasi pemerintahan terhadap Polri diberikan dalam hubungan berupa keterkaitan berbagai unsur seperti suprastruktural, struktural, substruktural dan infrastruktural. Sedangkan manajemen pemerintahan negara memberi dukungan dalam bentuk proses implementasi kegiatan-kegiatan pada masing-masing struktur terutama dalam lingkungan unsur struktural dan substruktural. Unsur suprastruktural Polri ditampilkan dengan adanya lembaga-lembaga Polri dan jabatan-jabatan dalam Polri yang semuanya memerlukan dukungan administrasi pemerintahan negara atau dukungan administrasi negara dalam pengertian yang sangat luas. Unsur infrastruktural Polri terdiri dari personil Polri yang duduk dalam lembaga-lembaga negara dan jabatan-jabatan negara yang tentu saja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan proses administrasi negara dalam rangka penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Perumusan dan penetapan kebijaksanaan pemerintahan dilaksanakan dalam hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain di luar pemerintah sesuai dengan kekuasaan, kewenangan dan kewibawaan yang melekat pada pemerintah negara untuk mengatur berbagai aspek kehidupan pihak-pihak lain yang memang perlu dan memang terdapat kemampuan itu pada pemerintah untuk melakukannya. Dalam konteksnya pada UU No.2 tahun 2002, pada administrasi kepolisian diuraikan tentang diaturnya lembaga kepolisian nasional yang tugasnya memberikan saran kepada Presiden tentang arah kebijakan kepolisian dan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sesuai amanat Ketetapan MPR RI No.VII/MPR/2000, selain terkandung pula fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Polri sehingga kemandirian dan profesionalisme Polri dapat terjamin.
Hal diatas menggambarkan betapa erat kaitannya antara hubungan administrasi kenegaraan dengan administrasi kepolisan sebagai contoh kasus dalam mekanisme pemilihan calon Kapolri dimana Komjen BG sebagai calon tunggal Kapolri meski merupakan calon tunggal Presiden Jokowi dan sudah melalui mekanisme uji kelayakan di DPR, Komjen BG menerima dengan ikhlas untuk keputusan dirinya batal dicalonkan sebagai calon Kapolri atas dasar pertimbangan sosiologis. Hal ini menunjukkan bahwa peran rakyat melalui wakilnya yang duduk di dewan ikut mempengaruhi proses mekanisme penunjukkan seorang calon Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Akan tetapi patut diketahui bersama bahwa hal ini tidak serta merta mempengaruhi seluruh mekanisme administrasi kepolisian dalam hal mutasi jabatan pimpinan Polri, hanya terbatas pada pemilihan Kapolri saja. Sebagai contoh, pemilihan calon Wakapolri adalah hak prerogative Kapolri yang dilakukan melalui proses sidang internal yang dikenal dengan Wanjakti, jadi siapapun calon yang dipilih oleh Kapolri definitive untuk menjadi Wakapolri selaku pembantu Kapolri dalam melaksanakan tugas pimpinan Polri adalah merupakan keputusan internal Polri yang tidak dapat diganggu gugat atau di intervensi oleh pihak luar.


BAB III
KESIMPULAN
Administrasi negara umumnya diartikan sebagai keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan negara menuju tercapainya apa yang menjadi tujuan negara dan terlaksananya tugas-tugas bersama negara, pemerintah dan seluruh masyarakat bagi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur, maju dan sejahtera. Administrasi yang mengandung aspek-aspek kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan dan sarana serta fasilitas kerja berlaku juga untuk administrasi kepolisian negara republik Indonesia. Karena hal tersebut saling berkaitan erat dimana administrasi kepolisian adalah bagian dari administrasi negara dan system kepolisian suatu negara sangat terpengaruh dan bergantung dari bagaimana system pemerintahan suatu negara itu sendiri berjalan. Dalam menjalankan roda pemerintahan tidak lepas dari yang namanya manajemen dan administrasi. Maka menjasi jelas dalam hal manajemen yang merupakan proses atau kemampuan mencapai tujuan dengan memanfaatkan sumber-sumber daya manusia dan bukan manusia dalam satu organisasi berlaku pula untuk manajemen Polri. Jadi semakin jelaslah adanya hubungan antara administrasi pemerintahan dengan tugas pokok Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat serta aparatur pemerintah dalam hal penegakan hukum dan pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA

1.    Undang-Undang No.2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2.    Djamin, Awaloedin. Mei 2011. Sistem Administrasi Kepolisian. Jakarta : YPKIK ( Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian ).

3.    http://id.wikipedia.org/wiki/Administrasi. Tgl akses : 12 April 2015 pukul 19.00 WIB.

4.    http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kronologi_bg_kpk. Tgl akses: 12 April 2015 pukul 19.00 WIB.








[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Administrasi
[2] Djamin,Awaloedin. 2011. Sistem Administrasi Kepolisian. Jakarta: YPKIK. Bab I hal 1 paragraf ke-2.
[3] Ibid., hal. 5.
[4] http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kronologi_bg_kpk
[5] Op.cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar